Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansus Angket KPK Dinilai Tak Bisa Panggil Kepala Negara

Kompas.com - 24/08/2017, 10:40 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah agar Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Presiden Joko Widodo dinilai tidak tepat.

Sebelumnya, Fahri menilai pemanggilan itu untuk menggali keterangan perihal koordinasi antara Jokowi selaku kepala negara dengan KPK yang merupakan salah satu lembaga negara.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, pemanggilan tersebut mengasumsikan bahwa Jokowi sebagai kepala negara. Padahal, ada pembedaan dan batasan antara kepala negara dengan kepala pemerintahan.

Oleh karena itu, pemanggilan yang dapat dilakukan Pansus sedianya hanya berlaku bagi kepala pemerintahan.

"Pansus pada dasarnya hanya mengusut terkait dugaan adanya pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah," kata Ray melalui pesan singkat, Kamis (24/8/2017).

 

Menurut Ray, Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) memang menyebutkan bahwa ruang lingkup pansus adalah pelaksana undang-undang.

Namun, tidak berarti semua pelaksana undang-undang dapat dikenakan hak angket.

"Tidak mungkin ada lembaga negara yang bekerja tidak dalam pelaksanaan undang-undang. Tapi tidak semua lembaga negara yang bekerja melaksanakan undang-undang berarti lembaga pemerintah yang oleh karena itu dapat diangket," kata Ray.

(Baca juga: Kerja Pansus Angket Berpotensi Mengarah kepada Revisi UU KPK)

Menurut Ray, pemanggilan terhadap kepala negara memang bisa dilakukan. Akan tetapi bukan oleh pansus, melainkan oleh MPR. Oleh karena itu, jika pun ingin memanggil Jokowi sebagai kepala negara maka harus dilakukan berdasarkan keputusan MPR.

"Sebagai kepala negara, Presiden tidak dapat dihadirkan dalam rapat-rapat kerja dengan DPR. Kepala Negara sejatinya baru dapat dihadirkan di dalam persidangan oleh keputusan MPR," kata Ray.

Sebelumnya, Fahri Hamzah mengusulkan agar Pansus memanggil Jokowi. Menurut dia, KPK kerap bekerja sendiri tanpa koordinasi dengan presiden.

(Baca: Fahri Hamzah Usulkan Pansus Angket KPK Juga Panggil Presiden)

Menurut Fahri, KPK merupakan elemen yang bekerja di bawah presiden. Sementara presiden selama ini seolah hanya terdiam saat KPK melakukan penangkapan di sana sini. Padahal, presiden bertanggung jawab terhadap jalannya negara.

"Ini menyangkut kredibilitas negara lho. Kalau negara kita diisukan di luar negeri sebagai negara korup lalu modal enggak mau datang, investasi enggak datang yang diminta bertanggung jawab siapa? KPK?" kata Fahri, Rabu (23/8/2017).

Kompas TV Yulianis menyatakan ada mantan komisioner KPK yang mendapat sejumlah uang dari mantan bosnya, Muhammad Nazaruddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com