Mengatur lelang dan pengadaan
Andi Narogong secara sengaja membentuk tiga konsorsium untuk mengikuti lelang proyek pengadaan e-KTP.
Beberapa saksi dalam persidangan sebelumnya menjelaskan bahwa mendekati pengumuman pembukaan lelang, Andi dan sejumlah pengusaha yang berkumpul di Ruko Fatmawati, mengumpulkan 10 perusahaan yang disiapkan menangani proyek e-KTP. Saat itu, mereka yang disebut sebagai Tim Fatmawati mempercepat pembuatan akta notaris konsorsium.
Andi kemudian membuat tiga konsorsium yakni, Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Konsorsium Astragraphia, dan Konsorsium Murakabi Sejahtera.
Sejak awal, Konsorsium PNRI telah ditentukan untuk menjadi pemenang lelang. Sementara, konsorsium lain yang dibentuk, hanya sebagai pendamping proses lelang.
(Baca: Andi Narogong dan Nazaruddin Atur Pembagian Uang ke Pejabat hingga Politisi)
Setelah anggaran e-KTP disetujui sebesar Rp 5,9 triliun, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.
Dalam kesepakatan itu, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek. Sedangkan, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.
Selain itu, kepada Setya Novanto dan Andi sebesar 11 persen, serta kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen.
Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.
Dalam proyek ini, Andi bersama-sama pengusaha dan panitia pengadaan di Kemendagri kemudian merekayasa harga dalam pengadaan. Mereka menggelembungkan harga, agar seolah anggaran yang dibutuhkan benar-benar mencapai Rp 5,9 triliun.