Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Nilai Pembelian Heli AW101 Belum Layak Jadi Kasus Korupsi

Kompas.com - 14/08/2017, 20:52 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Marsekal Pertama TNI FA, Santrawan Paparang, menilai kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 yang menjerat kliennya sebagai tersangka, belum layak menjadi kasus tindak pidana korupsi.

Sebuah perkara korupsi, menurut dia, harus dimulai dari adanya audit kerugian negara. Namun, dalam kasus AW101, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum melakukan audit.

"Belum ada laporan dan audit kerugian negara. Jadi ini (pembelian helikopter AW101) belum layak disebut sebagai kasus tindak pidana korupsi, terlalu terburu-buru dan dipaksakan," kata Paparang dalam keterangan tertulis, Senin (14/8/2017).

Apalagi, Paparang melanjutkan, pembelian helikopter AW101 telah masuk dalam Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA). Dengan kata lain, pembelian helikopter AW101 telah disetujui Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan.

"Artinya pembelian helikopter AW101 ini telah sesuai mekanisme yang berlaku, dan ini bagian dari pengadaan alutsista (alat utama sistem persenjataan)," ujar Paparang.

Kasus pembelian helikopter AW101, lanjut dia, banyak mendapat perhatian publik karena indikasi kejanggalan-kejanggalan dalam proses penyelidikannya.

Dari sejak dasar kerugian negara yang belum keluar, hingga proses pengumuman beberapa tersangka oleh Panglima TNI yang dianggap melampaui kewenangan dan menabrak aturan hukum.

TNI AU, menurut dia, pada bulan Februari tahun ini sudah melakukan investigasi kasus. Hasil investigasi ditemui bahwa pengadaan dan penggantian jenis helikopter telah memenuhi persyaratan administrasi, prosedur dan sudah diketahui semua pihak.

TNI AU masih terus melakukan investigasi lanjutan atas beberapa hal yang diperlukan.

(Baca juga: Tim Investigasi TNI AU Masih Dalami Pembelian Helikopter AW 101)

Keputusan pembelian helikopter AW 101 juga sudah mendapatkan persetujuan, baik DPR maupun pemerintah dalam anggaran negara 2016, mencakup helikopter AW 101 VVIP untuk Angkatan Udara.

Namun, setelah Presiden Jokowi menolak rencana tersebut pada Desember 2015 karena biayanya yang dianggap tinggi, Kementerian Keuangan menangguhkan anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan helikopter tersebut.

Pemblokiran kemudian dibuka lagi pada Juni 2016 setelah Angkatan Udara mengubah kontrak pembelian yang awalnya membeli helikopter AW 101 VVIP untuk keperluan Presiden menjadi pesawat angkut militer dan SAR.

"Maka proses pengadaan tidak ada kendala, semua setuju dan terus berlanjut," ucapnya.

(Baca juga: Menelusuri Polemik Pembelian Heli AgustaWestland AW101)

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya mengumumkan penetapan tiga tersangka dalam kasus pembelian helikopter AW101. Ketiga tersangka diduga menyalahgunakan wewenang sehingga menimbulkan kerugian negara.

"Penyidik POM TNI memiliki alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dan menetapkan tiga tersangka dari anggota militer," ujar Gatot, dalam konferensi pers, di Gedung KPK Jakarta, Jumat (26/5/2017).

Ketiga tersangka adalah, Marsma TNI FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), dan Letkol. Adm TNI WW selaku pemegang kas. Kemudian, Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS yang menyalurkan dana pada pihak tertentu.

Gatot mengatakan, dari hasil penyelidikan POM TNI, diduga terjadi penyimpangan yang dilakukan para pejabat yang ditunjuk dalam proses pengadaan.

Pada Jumat (4/8/2017) pekan lalu, Pusat Polisi Militer menetapkan seorang tersangka baru dalam kasus pembelian helikopter AW101.

Tersangka itu adalah Marsekal Muda TNI SB yang pernah menjabat sebagai Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara dan disebut ikut bertanggung jawab dalam proses pembelian helikopter AW101.

Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 220 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar.

Kompas TV Bahas Korupsi Helikopter, Panglima TNI Bertemu Ketua KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com