Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Perppu yang Dinanti dan yang Ditakuti

Kompas.com - 01/08/2017, 06:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

SITUASI akhir-akhir ini membuat tidak sedikit orang yang merasa cemas. Gerakan radikalisme dengan pemahaman agama yang jauh menyimpang, seolah telah membawa bangsa ini menuju jurang perpecahan.

Ini diawali dengan pelaksanaan Pilkada DKI, yang kemudian menghasilkan model baru dari metoda berdemonstrasi telah berpengaruh demikian dahsyat, yang secara nyata membelah masyarakat tidak hanya pada tataran kelompok dan golongan, akan tetapi juga pada lingkaran hubungan persaudaraan dan keluarga.

Mereka terpecah dalam kesadaran yang nyata-nyata berpihak kepada salah satu pasangan calon yang memiliki latar belakang alasan masing-masing. Alangkah mudahnya memecah-belah bangsa ini.

Bermunculan banyak pemikiran mengenai apa sebenarnya yang menjadi faktor utama penyebab dari gejala ini. Mulai dari teori-teori tentang kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin, kesalahan yang kaprah tentang pemahaman agama, sampai dengan perkiraan model pendidikan yang selama ini tidak memberikan bekal apa pun dalam proses membangun kesadaran berbangsa.

Ada pula yang melihatnya dari sisi penerapan yang salah dari sebuah sistem demokrasi, yang sebenarnya tidak cocok dengan kultur dan budaya bangsa Indonesia.

Terlepas dari sudut pandang mana orang membahasnya, akan tetapi bila dirunut sedari awal sejak menjelang kemerdekaan hingga sekarang ini, maka dapat terlihat sebuah fenomena menarik untuk diikuti.

Pada kurun waktu tahun 1928 hingga kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa kita hidup di tengah-tengah penindasan pemerintah kolonial Belanda.

Di kala itu, yang dapat diamati adalah bagaimana infrastruktur pembangunan fisik dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda berupa jalan-jalan raya dan kereta api serta dimulainya sistem transportasi udara di tanah Nusantara, yang tentu saja tujuannya untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Kala itu tidak ada kebebasan sama sekali. Muncullah tokoh-tokoh pemikir yang brilian dan visioner dari para pelopor dan pejuang bangsa yang pada ujungnya menampilkan Soekarno-Hatta beserta para pemuda patriot bangsa dalam keberhasilan memproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, membebaskan diri dari penindasan.

Dimulai pada 1945 hingga Dekrit Presiden 1959, euforia tentang kemerdekaan telah membuat semua orang merasa merdeka. Merdeka dalam arti yang sesungguhnya, partai terbentuk dalam kelompok yang sekian banyak dan semua menyatakan kebebasan dari teori-teori beserta konsep pemikiran sendiri-sendiri.

Refleksi dari kebebasan yang sangat bebas pascamasa penindasan Belanda menghasilkan konstituante yang amburadul dan tidak pernah menghasilkan apa pun kecuali keributan dan kegaduhan sepanjang hari.

Pemerintaha silih berganti saling guling-menggulingkan satu dengan lainnya. Persatuan yang baru saja menghasilkan negara merdeka seakan menjadi tidak berbekas sama sekali.

Keseluruhan dari kegaduhan tersebut berakhir dengan dekrit 5 Juli 1959, dengan dimulainya era Demokrasi Terpimpin ala Bung Karno. Pada era inilah, Indonesia khususnya Ibu Kota Jakarta mengalami pembangunan fisik cukup fenomanal.

Hal itu dapat dilihat dari hadirnya Tugu Monas, Masjid Istiqlal, Kompleks Olah Raga Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jalan Thamrin dan Sudirman, yang kesemuanya menjadi land mark kebanggaan ibu kota negara.

Era ini kemudian dirasakan juga sebagai "penindasan", terutama karena bagi mereka yang berlawanan pemikiran politiknya dijeboskan ke penjara untuk dibungkam tanpa proses pengadilan yang fair.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com