Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyuap Patrialis Awalnya Terindikasi Penyelundupan Daging di Bea Cukai

Kompas.com - 31/07/2017, 21:04 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, awalnya terindikasi kasus penyelundupan daging di Bea Cukai.

Dalam proses penyelidikan, penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tidak sengaja mendapatkan temuan lain, yakni kasus dugaan suap terkait permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Setelah ditelusuri, kasus suap tersebut ternyata melibatkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

Hal itu terungkap saat jaksa KPK membacakan surat tuntutan untuk Basuki Hariman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/7/2017).

Basuki dan stafnya Ng Fenny diduga menyuap Patrialis Akbar sebesar 50.000 dollar AS, dan Rp 4 juta kepada Patrialis.

Keduanya juga menjanjikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Patrialis.

Baca: Pengusaha Penyuap Patrialis Akbar Dituntut 11 dan 10 Tahun Penjara

Awalnya, pengacara Basuki merasa keberatan karena penyelidik KPK sudah melakukan penyadapan terhadap Basuki sebelum adanya surat perintah penyelidikan (Sprinlidik).

Atas keberatan itu, jaksa KPK yang diwakili Lie Putra Setiawan menjelaskan bahwa berdasarkan pengaduan masyarakat pada 28 Maret 2016, diketahui adanya kasus penyelundupan 7 kontainer daging yang sudah dikeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Priok ke suatu gudang importir di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.

Menurut jaksa, meski saat ini daging impor tersebut telah disegel oleh Bea Cukai, belum juga dilakukan pemeriksaan karena menunggu situasi tenang.

Diduga, daging impor selundupan itu akan dilepas karena sudah ada kesepakatan kolusi antara oknum Bea Cukai dengan Basuki Hariman.

"Bahwa setelah ditelaah, diputuskan untuk melakukan penyelidikan atasnya dan diterbitkan Sprinlidik tanggal 11 April 2016," kata jaksa KPK, saat membaca surat tuntutan.

Menurut jaksa, karena diduga keras ada keterlibatan Basuki selaku pemberi suap kepada oknum Bea Cukai, maka sejak 29 April 2016, dilakukan penyadapan atas Basuki.

Baca: Patrialis Akbar dan Perempuan Bernama Anggita

Selain Basuki, KPK juga menyadap anak buah Basuki, Kamaludin.

Selanjutnya, berdasarkan hasil penyadapan terhadap Basuki dan Kamaludin, diketahui ada perbuatan lain yang diduga sebagai upaya suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Suap tersebut berasal dari Basuki kepada Patrialis Akbar yang disampaikan melalui Kamaludin. Setelah temuan itu, dikeluarkan Sprinlidik baru pada 7 Oktober 2016.

"Dalam kegiatan penyadapan, tidak dapat dicegah pihak lain ikut tersadap. Namun, terbatas dan semata-mata, dikarenakan menghubungi  atau dihubungi oleh nomor telepon pihak yang diduga melakukan korupsi," kata jaksa KPK.

Kompas TV Hakim Konstitusi non aktif. Patrialis Akbar menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka di gedung Komisi Pemberantas Korupsi, Jakarta. Ia diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap lebih dari 2 miliar Rupiah.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com