JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Khudori mengatakan, beras sebagai bahan pokok bukan hanya sebagai komoditas ekonomi, tapi juga komoditas politik.
Bila pemerintah tidak bisa mengendalikan harga, kondisi sosial politik mudah sekali terguncang.
"Bahkan belajar dari pengalaman pemerintahan sebelumnya, bukan tidak mungkin pemerintahan bisa jatuh karena tak mampu kelola beras," kata Khudori dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
(baca: Apa Beda Beras Premium dan Medium?)
Hal ini disampaikan Khudori menanggapi kisruh beras yang terjadi selama beberapa hari terakhir.
Kisruh ini dimulai saat Satuan Tugas Pangan Badan Reserse Kriminal Polri melakukan penggerebekan terhadap pabrik beras PT Indo Beras Unggul (IBU) di Bekasi.
PT IBU dianggap melakukan kecurangan dalam memproduksi beras merk "Maknyuss" dan "Ayam Jago" dengan membeli harga gabah petani melebihi harga batas yang ditetapkan pemerintah.
(baca: Kapolri: Kasus Beras Maknyuss Bukan untuk Gagah-gagahan Polisi)
Akibatnya, petani lebih memilih menjual gabah ke PT IBU dengan harga lebih tinggi dibandingkan ke perusahaan lain.
PT IBU juga dianggap melakukan kecurangan karena menjual produk beras premium ke pasar dengan kandungan beras bersubsidi atau varietas IR64.
Namun, PT IBU membantah telah melakukan pelanggaran.
(baca: Khofifah Tertawa Geli Ada yang Benturkan Mensos Vs Kapolri soal Beras)
Menurut Khudori, polemik yang terjadi ini disebabkan tidak jelasnya aturan dari pemerintah terkait produksi beras.
"Oleh karena itu, momentum Ini menjadi penting untuk perbaikan atau memperbaiki merakit ulang kebijakan yang umurnya sudah setengah abad, yang itu tidak bisa merespons keadaan dan dinamika di pasar," ucap Khudori.
"Supaya negara tak jadi pasukan tanpa amunisi dan tanpa senjata," tambahnya.