Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Ditegur Jokowi, Kementerian ESDM Diminta Lebih Dengar Para Investor

Kompas.com - 26/07/2017, 10:55 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sammy Hamzah meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk lebih mendengarkan dan membuka dialog dengan para investor.

Sammy menyambut positif kepekaan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo yang memahami keresahan kalangan industri.

Pada rapat paripurna Senin (24/7/2017), Presiden menegur dua kementerian, salah satunya Kementerian ESDM, karena dinilai mengeluarkan banyak peraturan menteri yang menyulitkan dunia usaha.

"Kami dari APINDO perhatikan ESDM harus bersedia lebih mendengarkan dan membuka diri untuk menangkap dialog dengan para investor," kata Sammy kepada Kompas.com, Rabu (26/7/2017).

Baca: Jokowi Tegur Menteri Jonan dan Menteri Siti dalam Rapat Kabinet

Menurut Sammy, kalangan pengusaha yang bergerak di sektor energi, khususnya minyak dan gas (migas), banyak mengeluhkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Beleid tersebut dinilai tidak cukup menarik bagi eksplorasi baru, dan hanya menarik bagi perpanjangan kontrak atau untuk lapangan yang sudah berproduksi sebelumnya.

Sementara, yang dibutuhkan pemerintah saat ini adalah memanggil para investor eksplorasi.

Kalangan industri juga menilai regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Migas tidak menyelesaikan masalah dengan skema Gross Split.

"PP itu menyelesaikan kontrak-kontrak yang sekarang, yaitu kontrak-kontrak yang ada cost recovery-nya. Tetapi untuk yang (skema) Gross Split kan tidak menyelesaikan," ujar Direktur Asosiasi Migas Indonesia (Indonesian Petroleum Association/IPA)D itu.

Baca: Ditegur Jokowi, Kementerian ESDM Evaluasi Peraturan yang Persulit Pengusaha

"Itu yang membuat industri bimbang dan tidak bereaksi terhadap penawaran pemerintah," kata dia.

Sammy menambahkan, skema Gross Split itu memang baik.

Akan tetapi, industri berharap beberapa ketentuan (terms) direvisi agar lebih menarik bagi kegiatan eksplorasi, seperti split (bagi hasil) yang lebih besar untuk kontraktor.

Ia mengatakan, pemerintah tidak perlu khawatir kontraktor akan mengambil untung terlalu besar.

Sebab, bisa digunakan tipe sliding scale untuk skema ini.

Dalam tipe ini, split bagi pemerintah dan kontraktor akan fleksibel seiring semakin ekonomisnya proyek dan tergantung beberapa indikator seperti harga minyak dunia.

"Saran kedua kami, perhitungan splitnya lebih disimplifikasi. Saat ini ada 11 indikator. Terlalu rumit," kata Sammy.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, salah satu yang dikeluhkan para investor di sektor energi adalah Permen 8/2017.

"Misalnya, soal pajaknya masih belum jelas. Diinfokan akan diatur dalam PP khusus. Menjadi aneh, masa iya PP terbit atas dasar Permen?" kata Komaidi.

Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI Satya Widya Yudha juga berpendapat, perlu perbaikan-perbaikan agar banyak yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.

Kompas TV Jelang Idul Fitri, Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, memantau kesiapan stok BBM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com