Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Utamakan Cegah Penyebaran Anti-Pancasila Dibanding Penindakan

Kompas.com - 22/07/2017, 07:40 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca-pencabutan status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah tidak akan langsung menjatuhkan sanksi pidana terhadap pengurus maupun anggota ormas tersebut.

Jaksa Agung Muda bidang Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisman mengatakan, aparat penegak hukum tidak bisa dengan mudah menjatuhkan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Sebab, sanksi pidana di dalam Perppu Ormas bersifat ultimum remedium atau sebagai upaya terakhir yang diterapkan oleh aparat penegak hukum.

"Kita ini negara hukum. Tidak semudah itu. Sanksi pidana di perppu itu sifatnya alternatif dan kami sepakat posisinya ultimum remedium," ujar Adi dalam sebuah acara diskusi bertajuk 'Tindak Lanjut Penerbitan Perppu Nomor 02 Tahun 2017', di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017).

(baca: Polisi Akan Bubarkan Kegiatan HTI jika Tetap Beraktivitas)

Adi menuturkan, tujuan pemerintah menerbitkan Perppu Ormas adalah untuk menertibkan ormas-ormas yang berideologi anti-Pancasila.

Oleh karena itu, upaya pencegahan penyebaran paham radikal dan pemberdayaan ormas lebih diutamakan oleh pemerintah.

Penerapan sanksi pidana, kata Adi, bisa diterapkan apabila pengurus maupun anggota ormas tetap melakukan kegiatan setelah status badan hukumnya dicabut.

"Kalau sudah dibubarkan, sadari dan jangan berbuat kembali," ucapnya.

(baca: Wiranto: HTI Melawan Hukum Kalau Masih Beraktivitas)

HTI berkali-kali menegaskan pihaknya tidak anti-Pancasila. Mereka menganggap pemerintah bertindak sewenang-wenang mencabut status bahan hukum.

HTI akan menempuh jalur pengadilan untuk melawan keputusan pemerintah. Selain itu, HTI bersama ormas lain mengajukan uji materi Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi.

Perppu Ormas yang diterbitkan pemerintah mengatur sanksi pidana terhadap anggota atau pengurus organisasi kemasyarakatan yang pro-kekerasan dan anti-Pancasila.

Sebelumnya ketentuan mengenai penerapan sanksi pidana tidak diatur dalam UU Ormas.

Pasal 82A ayat (1) Perppu Ormas menyebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com