Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Perppu Ormas Mengatur soal Sanksi Pidana? Ini Penjelasannya...

Kompas.com - 13/07/2017, 21:39 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perancangan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra mengatakan, pidana terhadap anggota atau pengurus ormas yang melakukan tindak pidana sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Oganisasi Kemasyarakatan.

Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih detail dalam Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Oganisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Pengaturannya, di antaranya, menyebutkan jenis-jenis tindak pidana dan sanksi yang bisa dijatuhkan.

"Sudah ada (di UU Ormas), coba sandingkan, ada semua. Di Perppu, kalau dia melakukan tindak pidana maka dikenakan sanksi pidana. Misal merusak fasilitas sosial, itu kena pidana," ujar Dhahana saat ditemui usai menghadiri diskusi terkait Perppu Ormas di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).

"Kan ada juga yang makar, paling lama lima sampai 20 tahun, tergantung nanti dari tindak pidananya," kata dia.

Menurut Dhahana, sebuah undang-undang dapat mengatur dua subjek hukum.

Perppu Ormas menyebutkan, ada dua subjek hukum yang diatur, yakni organisasi dan perorangan.

"Subjek hukum itu korporasi atau badan dan orangnya itu bisa diatur dalam satu undang-undang. Contoh apabila anggota ormas merusak fasilitas umum itu dipidana enam bulan sampai satu tahun. Tapi kalau ormasnya sendiri ada tiga, pertama peringatan tertulis, kedua dibekukan, ketiga dibubarkan," papar dia.

Perppu Ormas yang baru saja diterbitkan oleh pemerintah mengatur sanksi pidana terhadap anggota atau pengurus organisasi kemasyarakatan yang pro-kekerasan dan anti-Pancasila.

Sebelumnya ketentuan mengenai penerapan sanksi pidana tidak diatur dalam UU Ormas.

Pasal 82A ayat (1) Perppu Ormas menyebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.

Sanksi yang sama juga bisa diberikan kepada ormas yang melakukan tindakan permusuhan berbau SARA (Suku, agama, ras dan golongan) dan penistaan atau penodaan agama.

Pada pasal 82A ayat (2) diatur mengenai pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.

Sanksi tersebut dijatuhkan terhadap anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Selan itu, sanksi bisa diberikan kepada anggota ormas yang melakukan kegiatan separatis dan menggunakan atribut organisasi terlarang.

Sebelumnya, UU Ormas tidak mengatur secara detail mengenai penerapan sanksi pidana.

Pasal 81 ayat (1) UU Ormas menyatakan, setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus Ormas, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan tindak pidana, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kompas TV Desakan Pembubaran Ormas Radikal Anti Pancasila
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com