JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai mengkritik anggota DPR yang tak segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme.
Kritik itu khususnya ditujukan kepada para anggota DPR yang tidak setuju Polri dan TNI diberikan wewenang lebih besar untuk memberantas terorisme karena lasan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan.
"Itulah orang-orang DPR yang mengaduk-aduk itu untuk kepentingan politiknya. Sok membela yang radikal. Jadi politisi itu yang bentur-benturkan," ujar Ansyaad, ketika ditemui di acara peringatan Hari Bhayangkara ke-71, di Silang Monas, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).
Menurut Ansyaad, Polri dan TNI sebenarnya sejak lama bekerja sama dalam hal pemberantasan terorisme.
Baca: RUU Anti-terorisme, DPR dan Pemerintah Sepakat TNI Dilibatkan
UU pada kedua institusi itu juga mengakomodasi kerja sama tersebut.
"Dulu zaman Pak Harto, prinsip utama adalah 'military assist when situation is beyond police capacity'. Tahap aman, polisi. Rawan, polisi. Krisis, polisi. Gawat, nah baru TNI. Artinya apa? Di luar kemampuan Polri, baru TNI masuk. UU diputar kayak apa tetap begitu. Di seluruh dunia juga begitu," ujar Ansyaad.
"Saya selama menjadi Kepala BPNPT, setiap tahun kita latihan bersama di kompleks militer. Enggak ada masalah. Politisi itu yang ngaduk-ngaduk. Atau mau cari panggung saja biar dia ngomong," lanjut dia.
Menurut dia, seharusnya tak sulit bagi DPR untuk segera menyelesaikan revisi UU Terorisme, karena yang perlu dilakukan adalah menyempurnakan UU tersebut dengan menyertakan pengawasan kepada aparat pemberantas terorisme sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.