Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Polisi yang Mengayomi Semua

Kompas.com - 08/07/2017, 19:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Posisi lembaga kepolisian di banyak negara demokrasi, semestinya netral dari kekuatan politik yang ada, termasuk sikap politik yang dianut Indonesia pascareformasi.

Saat ini netralitas Polri dalam politik sepertinya sedang menghadapi ujian dan pertanyaan publik. Sementara itu, pada sisi lain ada masalah kultural dan regulasi yang dihadapi Polri dalam menjaga "netralitas" organisasi dan anggotanya selaku penegak hukum dan pelayan masyarakat yang mengayomi semua.
 
Secara terminologis, kata polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari kata Yunani politeia. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut warga negara dari kota Athena yang disebut juga polis.

Maka politeia atau polis diartikan sebagai "semua usaha dan kegiatan negara". Adapun terminologi politik juga berasal dari bahasa Yunani yaitu polis.

Jadi sesungguhnya kata polisi awalnya bagian dari terminologi politik yang berasal dari dari bahasa Yunani polis, yang dimaknai hal berhubungan dengan negara.

Jadi polisi dan politik adalah sebuah konsep yang awalnya terpadu. Namun, seiring perkembangan zaman dan dinamika konsep pemerintahan yang berkembang ke arah adanya spesialisasi tugas dan kewenangan di era modern, maka berkembang pula makna baru yang mengandung diferensiasi tugas dan kewenangan itu.

Kepolisian sebagai penegak hukum memiliki kewenangan memaksa bahkan menahan atas nama hukum, yang sangat mungkin menghilangkan rasa aman dan kemerdekaan seseorang atau sekelompok orang.

Hal inilah yang menimbulkan kesan dan persepsi terhadap kepolisian saat ini sebagai "alat kekuasaan" yang dianggap ramah terhadap kelompok politik tertentu. Sebaliknya, ada kesan angker bahkan menakutkan bagi kelompok masyarakat yang memiliki afiliasi politik tertentu, yang dikesankan berbeda sikap dengan pemerintah yang berkuasa.

Secara etis dan normatif, bagi anggota Polri ada Peraturan Kepala Polri Nomor 14 Tahun 2011, yang mengatur tentang kode etik Polri dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Peraturan itu mengharuskan setiap anggota Polri menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia; menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum; memberikan pelayanan kepada masyarakat  dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagi bangsa Indonesia, ada pengalaman masa lalu yang traumatis saat polisi pernah menjadi alat politik bagi kekuasaan Orde Baru.

Polri dengan organisasi yang tersentral menyeluruh ke seluruh Indonesia tentu saja dapat menjadi mesin politik yang ampuh jika dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu.

Maka itulah pemerintah pada era reformasi melahirkan keputusan politik yang menjauhkan polisi dari politik praktis dengan adanya Tap MPR No VII/MPR/2000.

Ketetapan itu menjamin obyektivitas tindakan kepolisian dan pemuliaan profesi kepolisian agar dalam kinerjanya tidak menengok kanan-kiri pada kekuatan politik yang ada.

Ketentuan itu kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Pada pasal 28 (1) disebutkan, Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Pasal (2) UU 2/2002 menyatakan, anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Adapun Pasal (3) menyatakan, anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Titik rawan netralitas

Menurut Guru Besar Sosiologi Hukum FISIP UI, Bambang Widodo Umar dalam UU Nomor 2 Tahun 200, termuat beberapa rumusan pasal yang masih menjadi titik rawan.

Pada Pasal 2, termuat rumusan bahwa Polri adalah salah satu "fungsi pemerintahan" selain penegak hukum, perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.

Rumusan pada "fungsi pemerintahan" inilah yang seringkali ditafsirkan sebagai agent of political stabilisation pemerintah karena posisinya di lingkungan eksekutif sehingga netralitas dalam tugasnya menjadi titik resistensi. Hal ini memunculkan persepsi bahwa polisi akan selalu mengamankan kebijakan pemerintah.

Selain itu, ditetapkannya posisi Polri di bawah Presiden pada Pasal 8 (1) UU No 2/2002 tanpa "pengikat" (sanksi) yang jelas, jika organ polisi digunakan sebagai alat kepentingan politik yang mengganggu netralitasnya dalam menjalankan tugas.

Demikian pula ketentuan Pasal 11 (1), yang mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kepala Polri lewat persetujuan DPR, bisa menjadi peluang politisasi polisi dan merangsang elite polisi mendekati kekuatan politik tertentu untuk memuluskan kariernya.

Hal itu kemudian melahirkan semacam pengelompokan afilisasi politis  yang menimbulkan iklim yang tidak sehat di internal Polri.

Kekuasaan besar polisi juga bisa merangsang individu atau golongan untuk mendekatinya sebagai upaya menjaga relasi untuk pengamanan diri (safety first). Apalagi, dalam UU No 2/2002 tidak dirumuskan secara tegas mekanisme pertanggungjawaban polisi sebagai institusi.

Apakah polisi bertanggung jawab kepada Presiden, kepada elite politik di parlemen, atau kepada publik?

Meskipun pada Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, pasal ini tak secara tegas mengatur pertanggungjawaban institusional.

Netralitas polisi juga dipengaruhi sistem anggaran yang harus melewati persetujuan DPR, di samping belum terpenuhinya anggaran sesuai kebutuhan.

Hal itu seolah memberi peluang bagi polisi untuk mendapatkan sumber dana yang berasal dari masyarakat (terutama pengusaha) dengan alasan karena kekurangan biaya operasional yang sering disebut dengan istilah "parman" (partisipasi teman).

Itulah problem ke depan yang harus diatasi oleh negara agar tidak menjadi masalah pada saat polisi harus berperan sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat yang adil dan tidak memihak (imparsial).

Kita berharap dinamika perkembangan institusi Polri setelah 71 tahun sejak kelahirannya  1 Juli 1946 dapat menunjukkan peningkatan kinerja terbaiknya secara signifikan sebagai sosok polisi yang netral dalam menjalankan tugas.

Polri harus mampu berkhidmat bagi kepentingan bangsa yang lebih besar bukan kelompok apalagi individu. Penting juga bagi masyarakat, terutama partai politik, agar Polri dapat menjaga marwah polisi dengan menghormati netralitasnya, tidak menggoda dan memanfaatkannya untuk kepentingan politik tertentu serta mendorong polisi melakukan tugasnya sesuai ketentuan normatif yang ada.

Hal itu perlu agar polisi dipersepsikan mampu mengayomi semua dan milik semua golongan masyarakat hingga menjadi institusi penegak hukum dan pelayan masyarakat yang dipercaya dan dicintai masyarakat. Semoga.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Uang Korupsi Bupati Kapuas Diduga untuk Bayar Survei Poltracking dan Indikator Politik Indonesia

Uang Korupsi Bupati Kapuas Diduga untuk Bayar Survei Poltracking dan Indikator Politik Indonesia

Nasional
Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Dana Siapa dan untuk Apa?

Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Dana Siapa dan untuk Apa?

Nasional
Bersama Perusahaan AS, TNI AL Bangun Kapal Pendeteksi Kedalaman Laut Lebih dari 6.000 Meter

Bersama Perusahaan AS, TNI AL Bangun Kapal Pendeteksi Kedalaman Laut Lebih dari 6.000 Meter

Nasional
Jokowi Beli Cabai di Pasar Tramo Maros: Di Jawa Harganya Sudah Rp 90.000

Jokowi Beli Cabai di Pasar Tramo Maros: Di Jawa Harganya Sudah Rp 90.000

Nasional
Sekda Riau Disorot gara-gara Istrinya Pamer Kemewahan, Mendagri Perintahkan Klarifikasi

Sekda Riau Disorot gara-gara Istrinya Pamer Kemewahan, Mendagri Perintahkan Klarifikasi

Nasional
Jokowi: Jalur Kereta Api Trans Sulawesi Akan Hubungkan Makassar dan Manado

Jokowi: Jalur Kereta Api Trans Sulawesi Akan Hubungkan Makassar dan Manado

Nasional
Dinilai KPK Tak Miliki “Legal Standing”, MAKI Singgung soal Putusan MK

Dinilai KPK Tak Miliki “Legal Standing”, MAKI Singgung soal Putusan MK

Nasional
Jika Tak Dipilih Jadi Cawapres, AHY Diprediksi Tinggalkan Anies karena Tak Dapat Limpahan Elektoral

Jika Tak Dipilih Jadi Cawapres, AHY Diprediksi Tinggalkan Anies karena Tak Dapat Limpahan Elektoral

Nasional
Resmi, Pemerintah Tetapkan Cuti Bersama dan Idul Fitri 19-25 April

Resmi, Pemerintah Tetapkan Cuti Bersama dan Idul Fitri 19-25 April

Nasional
Ada Penipuan Travel Umrah, Komnas Haji Minta Warga Cermat dan Selektif

Ada Penipuan Travel Umrah, Komnas Haji Minta Warga Cermat dan Selektif

Nasional
Soal Pernyataan Jokowi, Politisi PDI-P: Piala Dunia Tak Mungkin Dipisahkan dari Politik

Soal Pernyataan Jokowi, Politisi PDI-P: Piala Dunia Tak Mungkin Dipisahkan dari Politik

Nasional
Cek Harga Beras di Maros, Jokowi: Sudah Turun, tapi Harus Lebih dari Itu

Cek Harga Beras di Maros, Jokowi: Sudah Turun, tapi Harus Lebih dari Itu

Nasional
Karyoto Jadi Kapolda Metro Jaya, Firli Bahuri Terima Kasih ke Kapolri

Karyoto Jadi Kapolda Metro Jaya, Firli Bahuri Terima Kasih ke Kapolri

Nasional
Danpushidrosal Ungkap Indonesia Belum Punya Kapal yang Bisa Deteksi Kedalaman Laut Lebih dari 6.000 Meter

Danpushidrosal Ungkap Indonesia Belum Punya Kapal yang Bisa Deteksi Kedalaman Laut Lebih dari 6.000 Meter

Nasional
Menkumham Paparkan 10 Lapas dan Rutan “Over“ Kapasitas di Indonesia, Mana Saja?

Menkumham Paparkan 10 Lapas dan Rutan “Over“ Kapasitas di Indonesia, Mana Saja?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke