Singkat kata, izinkan penulis menyatakan dua quick assumption berikut ini.
a. Fenomena stagnansi hingga penurunan global media cetak dan koran yang terjadi di Eropa dan Amerika sejak 2009 lalu, makin nyata terjadi Indonesia sejak 2015 hingga 2017 ini.
Hal ini antara lain direpresentasikan penutupan parsial atau total sejumlah media cetak bahkan dari kelompok media besar serta data SPS yang menunjukkan jumlah penerbitan dan tiras sejak 2002 masing-masing mengalami minus 59 persen dan stagnansi.
Jika diturunkan lagi angkanya, yakni 1.254 penerbitan pada 2013 dan tersisa 850 penerbitan pada 2017, maka secara umum, tiap tahun rata-rata tutup 80 jumlah penerbitan atau total 404 penerbitan dalam lima tahun terakhir.
b. Terjadi kenaikan pertumbuhan eksponensial warganet rata-rata 200 persen per tahun di Indonesia namun dua motivasi terbesar penggunaan internet adalah media sosial dan hiburan, bukan membaca berita (urutan ketiga).
Karenanya, tren global bahkan lokal --yang antara lain dinyatakan Ketua SPS--bahwa media massa cetak (khususnya koran) makin hari makin banyak yang tutup memang sebuah keniscayaan.
Dalam asumsi cepat penulis, jika pertumbuhan minus penerbit media massa cetak ini terus terjadi, yakni 80 penerbitan tutup per tahun, motivasi penggunaan new media berbasis internet masih media sosial dan hiburan (bukan berita daring), serta dari 850 sisa penerbit media massa tahun ini, maka usia media cetak (baca: koran) di Indonesia tersisa 10,6 tahun.
Tentu saja, analisis dan prediksi cepat penulis ini perlu banyak kajian lebih rapi, komprehensif, dan deskriptif sebagai penyempurnanya.
Semoga saja tulisan ini menjadi pemicu artikel opini lain di Kolom Kompas.com, sekaligus kita cari solusi konkret bersama dalam menjaga marwah-eksistensi koran Indonesia ke depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.