Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold", Wiranto Nilai Jokowi Belum Perlu Terlibat

Kompas.com - 03/07/2017, 17:40 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menilai Presiden Joko Widodo belum perlu turun tangan terkait perdebatan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu.

Wiranto menolak keinginan sejumlah elite parpol yang ingin bicara dengan Jokowi soal presidential threshold.

"Ketemu menterinya dulu dong. Kalau sudah ketemu saya, selesai kan, nanti tinggal dikomunikasikan (ke Presiden)," kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/7/2017).

Saat ini, fraksi di DPR terbelah soal presidential threshold. Ada yang ingin presidential threshold dihapus, diperkecil, dan tetap sama.

Pemerintah sendiri ingin presidential threshold tidak berubah. Parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden.

(Baca: Ini Alasan Pemerintah Dorong "Presidential Threshold" 20-25 Persen)

Wiranto mengaku dirinya sudah bicara dengan semua pimpinan partai politik terkait perbedaan pandangan ini. Namun, ia mengakui sejauh ini belum ada titik temu.

"Masih ada waktu. Besok akan ketemu mereka lagi," ucap Wiranto.

Wiranto berharap pertemuan besok bisa melahirkan sebuah titik temu. Ia mengingatkan partai politik untuk tidak mengedepankan ego sektoral.

"Ini cari sesuatu yang bermanfaat bagi negeri ini. Bukan kepentingan parsial, tapi kami ingin mengajak untuk kepentingan politik pemerintah atau politik nasional ke depan," ucap Wiranto.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Demokrat Benny Kabur Harman meminta Presiden Joko Widodo mengumpulkan seluruh ketua umum partai politik.

Langkah itu untuk menghindari terjadinya voting dalam pengambilan keputusan terkait ambang batas pencalonan presiden dalam rancangan UU Pemilu.

(Baca: Demokrat Minta Jokowi Kumpulkan Ketum Parpol Bahas "Presidential Threshold")

Menurut dia, sebagai pemimpin politik tertinggi di negeri ini, Presiden berkewajiban untuk menjembatani kepentingan semua partai.

"Presiden Jokowi harus memperlihatkan lah kenegerawanannya menyelesaikan. Undanglah pimpinan partai politik, bahaslah, rembuklah, kan Pancasila. Jadi omong Pancasila itu bukan hanya di mulut, pakai dong, undang itu, tidak ada yang salah," ujar Benny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Kompas TV Lantas seperti apa hasil dari rapat pembahasan RUU pemilu yang digelar?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com