Kondisi ini, kata Vector, merugikan pemohon sebagai warga negara. Sebab, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi sedang dilemahkan.
Pelemahan terhadap KPK akan berdampak memperlemah pengawasan dan memperkecil pengembalian keuangan negara sebagai sumber APBN.
Padahal, sedianya secara maksimal keuangan negara digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
(baca: Menilik Posko Pengaduan Hak Angket KPK...)
Dengan pelemahan KPK, maka akan ada masyarakat yang kesulitan mendapatkan hak kesejahteraannya.
"Oleh karena itu, setiap (hal apa pun) terkait KPK maka setiap individu punya legal standing (kedudukan hukum mengajukan uji materi). Karena dalam undang-undangnya pun KPK pertangggung jawabannya kepada publik, bukan kepada Presiden, DPR dan BPK," kata dia.
Adapun kepada Presiden, DPR dan BPK, kata Vector, hanya sebatas memberikan laporan yang dilakukan secara berkala setiap tahun.
Pihaknya, kata Veoctor, meminta MK menegaskan makna frasa "pelaksana suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah" dalam pasal 79 Ayat 3 UU MD3.
Sehingga menjadi semakin jelas siapa pihak yang bisa dikenakan hak angket. Dengan demikian, tak lagi menimbulkan polemik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.