Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: Pak Jokowi Surveinya Tinggi, Kenapa Khawatir?

Kompas.com - 19/06/2017, 11:49 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari heran dengan kengototan pemerintah mematok presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu.

Imelda menilai, pernyataan Jokowi bahwa presidential threshold untuk penyederhanaan hanya alasan formalitas.

Menurut dia, tingginya ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden ini bertujuan untuk memuluskan jalan bagi Presiden Joko Widodo sebagai petahana dalam Pilpres 2019 mendatang.

"Ada ego menurut kami dalam hal ini, ego kepentingan kelompok yang tidak mau memberikan ruang bagi yang lain mendapat kesempatan," kata Imelda kepada Kompas.com, Senin (19/6/2017).

Menurut Imelda, dengan kekuatan partai politik pendukung pemerintah yang ada saat ini, Jokowi akan mudah untuk kembali mencalonkan diri pada Pilpres 2019.

Baca: Bertahan "Presidential Threshold" 20 Persen, Pemerintah Dinilai Tak Paham Putusan MK

Akan tetapi, seharusnya hal tersebut tidak dimanfaatkan Jokowi untuk menutup peluang munculnya calon presiden lain.

"Pak Jokowi secara perolehan survei suaranya tinggi, kenapa khawatir? Harusnya Berikan kesempatan untuk yang lain," ujar Imelda.

Imelda tidak menjawab saat ditanya siapa yang akan diusung Demokrat apabila presidential threshold dihapuskan.

Namun, ia menegaskan bahwa keinginan untuk menghapus presidential threshold bukan hanya terkait kepentingan partai dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Lebih dari itu, dihapusnya presidential threshold, kata dia, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden digelar serentak pada tahun 2019.

Baca: Soal "Presidential Threshold", Jokowi Beralasan Penyederhanaan

Dengan penyelenggaraan secara serentak, maka presidential threshold seharusnya sudah tidak ada.

Penggunaan hasil pemilu legislatif 2014 sebagai threshold pada pilpres 2019 dinilai tidak relevan.

"Konsekuensi logis dari putusan MK tentang pemilu serentak yaitu tidak ada lagi presidential threshold," ujar Imelda.

Imelda menambahkan, saat ini Fraksi Partai Demokrat masih terus melakukan komunikasi dengan fraksi lain di DPR agar presidential threshold dihapuskan dalam RUU Pemilu.

Kompas TV Presiden Joko Widodo tetap pada sikapnya untuk ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com