Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Ingin Kepastian Pencalonannya lewat "Presidential Threshold"?

Kompas.com - 17/06/2017, 15:19 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) dinilai sejumlah pihak sudah tidak relevan lagi, apalagi jika melihat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu presiden dan wakil presiden (Pilpres) dan pemilu legislatif (Pileg) serentak.

Namun, yang terjadi pemerintah justru ngotot agar tetap ada PT 20-25 persen. Bahkan melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, pemerintah mengancam akan menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu, apabila sikap pemerintah itu tidak diakomodasi.

Baca juga: Kengototan Mendagri soal Presidential Threshold Dipertanyakan

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, punya pandangan lain melihat pernyataan Mendagri. Menurut Titi, seharusnya pemerintah tidak memaksakan diri soal PT, dan mau mencari jalan keluar bersama-sama dengan DPR.

"Mestinya tidak deadlock dan ada kesepahaman. PT itu tidak relevan lagi, jadi pemerintah jangan memaksakan diri," kata Titi di Jakarta, Jumat (16/6/2017).

"Sekarang (dengan pernyataan Mendagri itu) yang ditangkap para pihak, Presiden Jokowi itu ingin memastikan pencalonan dirinya," kata Titi.

Menurut Titi, persepsi itu bergulir lantaran Presiden Joko Widodo juga tidak memberikan pernyataan langsung ke masyarakat mengenai sikap pemerintah. Titi berharap, Presiden mau menyampaikan sendiri tanpa perantara pembantu presiden.

"Selama ini kita tidak mendengar dari Presiden. Kita inginnya Presiden yang bicara," kata Titi.

Terkait ancaman menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu, Titi menilai hal tersebut justru akan menimbulkan sentimen buruk bagi publik. Publik akan mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menata sistem dan lembaga demokrasi.

Sementara itu, rencana dikeluarkannya Perppu juga dinilai tidak tepat. Titi mengatakan, Perppu itu dikeluarkan dalam keadaan genting dan memaksa. Menurut Titi, keadaan memaksa saat ini baru dalam perspektif pemerintah. Padahal menurut dia, masih ada pilihan lain yang bisa dilakukan, selain mengeluarkan Perppu.

"Kalau dulu SBY mengembalikan pemilihan tidak langsung menjadi pemilihan langsung itu kan dampaknya untuk seluruh rakyat Indonesia. Sementara situasi genting sekarang, diciptakan sendiri oleh pemerintah," kata Titi.

Dia menilai, Perppu yang dikeluarkan pemerintah justru akan menambah ketidakpastian dalam penyelenggaraan pemilu. Sebab Perppu ini bisa dibatalkan oleh DPR.

"Bagaimana kalau di tengah-tengah penyelenggaraan, kemudian dibatalkan DPR?" tanya Titi.

Dia juga mempertanyakan seperti apa isi Perppu itu nanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikuti Program MBKM, Taruna-taruni Kementerian KP Hasilkan Inovasi Produk Olahan Kelautan dan Perikanan

Ikuti Program MBKM, Taruna-taruni Kementerian KP Hasilkan Inovasi Produk Olahan Kelautan dan Perikanan

Nasional
Mendagri Minta Pemda Genjot Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

Mendagri Minta Pemda Genjot Partisipasi Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Gelar Donor Darah, WIKA Berhasil Kumpulkan 191 Kantong Darah

Gelar Donor Darah, WIKA Berhasil Kumpulkan 191 Kantong Darah

Nasional
Duet Anies-Sohibul Dianggap Disebut Blunder dan Bahaya, Presiden PKS: Semuanya Aman

Duet Anies-Sohibul Dianggap Disebut Blunder dan Bahaya, Presiden PKS: Semuanya Aman

Nasional
Pakar Siber Akui Sulit Pulihkan Data di PDN Tanpa “Kunci” dari Peretas

Pakar Siber Akui Sulit Pulihkan Data di PDN Tanpa “Kunci” dari Peretas

Nasional
Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Harga Lahan dari Makelar sampai Rp 400 M

Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Harga Lahan dari Makelar sampai Rp 400 M

Nasional
Masyarakat yang Mau Perbaiki Polri Bisa Daftar Jadi Anggota Kompolnas 2024-2028

Masyarakat yang Mau Perbaiki Polri Bisa Daftar Jadi Anggota Kompolnas 2024-2028

Nasional
Mendagri Minta Pemda Maksimalkan Dukungan Sarana-Prasarana Pilkada 2024

Mendagri Minta Pemda Maksimalkan Dukungan Sarana-Prasarana Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Nyatakan Belum Ada Rencana DOB Meski 300 Kabupaten/Kota Mengajukan Pemekaran

Jokowi Nyatakan Belum Ada Rencana DOB Meski 300 Kabupaten/Kota Mengajukan Pemekaran

Nasional
Jokowi Resmikan Fasilitas Pendidikan di Kalteng, Pembangunannya Telan Biaya Rp 84,2 M

Jokowi Resmikan Fasilitas Pendidikan di Kalteng, Pembangunannya Telan Biaya Rp 84,2 M

Nasional
Kunker ke Jatim, Wapres Bakal Tinjau Pabrik Pengolahan Limbah B3 dan Kunjungi Ponpes

Kunker ke Jatim, Wapres Bakal Tinjau Pabrik Pengolahan Limbah B3 dan Kunjungi Ponpes

Nasional
Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Pemerintah Sebut Data PDN yang Diretas Tak Bisa Dikembalikan

Nasional
ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

ICW Nilai Kapolda Metro Tak Serius Tangani Kasus Firli

Nasional
Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Rivan A Purwantono Sebut Digitalisasi sebagai Instrumen Pendukung Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor

Nasional
Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Jokowi Enggan Biayai Food Estate Pakai APBN Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com