Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bukan karena Putusan PTUN Lalu OSO Jadi Legal"

Kompas.com - 09/06/2017, 23:31 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menilai penolakan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tidak serta-merta membuat kepemimpinan Oesman Sapta Odang di DPD legal.

Menurut Hifdzil, PTUN hanya menolak untuk mengadili perkara tersebut karena merasa hal itu bukan kewenangannya.

"Jadi bukan karena putusan PTUN lalu kemudian OSO (Oesman Sapta Odang) legal, tidak begitu konstruksi hukumnya. Ini pengadilan tidak dapat menerima bukan berarti OSO dan kawan-kawan legal. Ini yang harus dijelaskan ke publik," ucap Hifdzil Alim dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2017).

Hifdzil menambahkan, ilegalitas kepemimpinan Oesman Sapta masih berlanjut karena putusan Mahkamah Agung (MA) terkait judicial review Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017 yang salah satunya mengatur masa jabatan Pimpinan DPD masih berlaku.

Dengan adanya putusan MA tersebut, maka proses pemilihan Oesman Sapta, Darmayanti Lubis, dan Nono Sampono dinilai tidak sah.

"Jadi sudah selesai bahwa kepemimpinan 5 tahun, tatib 2,5 tahun bertentangan dengan peraturan di atasnya," ujar Hifdzil.

"Publik tidak boleh keliru membaca utusan PTUN, bahwa putusan PTUN tidak menyebutkan legalitas kepemimpinan OSO, artinya ilegalitas kepemimpinan OSO dan kawan kawan masih berlanjut. Dan ini yang bermasalah konstitusi dalam kehidupan hukum kita," lanjut dia.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tidak menerima permohonan/fiktif positif yang disampaikan oleh GKR Hemas agar pemanduan sumpah pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung RI dibatalkan.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PTUN yang diketuai oleh Ujang Abdullah menyampaikan putusan perkara dengan Nomor 4/P/FP/2017PTUN-JKT.

"Satu, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima. Dua, menuntut para pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 386.000," kata Ujang, membacakan amar putusan di PTUN, Jakarta, Kamis (8/6/2017).

(Baca juga: PTUN Tolak Permohonan Hemas Terkait Pembatalan Pemanduan Sumpah DPD)

 

Ujang mengatakan, putusan PTUN ini bersifat final dan mengikat sesuai dengan Pasal 66 PER MA Nomor 5 Tahun 2015.

Meski demikian, berdasarkan kaidah hukum yang digariskan Putusan MA Nomor 175PK/TUN/2016, masih ada kesempatan kepada pihak yang tidak sependapat untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam rangka corrective justice.

"Namun apabila sependapat bisa melakukan forum lain sebagaimana disebutkan dalam putusan pengadilan," kata dia.

Kompas TV Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak gugatan Ratu Hemas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com