JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyebut bahwa munculnya isu kriminalisasi ulama telah menyebabkan fragmentasi sosial dan terganggunya integrasi nasional.
Hal itu dia ungkapkan kepada wartawan usai pertemuan dengan jajaran pejabat tinggi Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Jakarta, Jumat (9/6/2017).
Pertemuan tersebut menindaklanjuti permintaan dari presidium alumni 212 agar Komnas HAM memfasilitasi mediasi dengan pemerintah.
(baca: Komnas HAM Sebut Presidium Alumni 212 Ingin Berdamai dengan Pemerintah)
Presidium alumni 212, kata Pigai, meminta rekonsiliasi atau perdamaian dengan pemerintah.
Kepada wartawan, Pigai menuturkan, disintegrasi nasional akibat isu kriminalisasi ulama sudah terjadi di berbagai daerah.
Namun, saat ditanya wartawan, Pigai enggan mengungkap data yang menunjukkan soal disintegrasi tersebut.
Bahkan, Pigai menyuruh wartawan mencari data tersebut menggunakan mesin pencari Google.
"Ya, sekarang gini, beberapa daerah sudah terjadi coba baca di Google," ujar Pigai.
"Daerah mana saja, Pak?" tanya wartawan.
Pigai menjawab," Tidak perlu. Anda baca di Google aja. Kan di Google aja beberapa pejabat daerah yang sudah menyampaikan tentang hal ini. Jadi tidak perlu saya sampaikan."
(baca: Komnas HAM Minta Jokowi Intervensi Polri agar Hentikan Kasus Para Alumni 212)
Pigai mengaku, Komnas HAM masih menyiapkan data-data tersebut. Dia tidak bisa mengatakannya sebab data yang diminta oleh wartawan itu belum lengkap.
"Ada data di Komnas HAM, tapi tidak mungkin dikeluarkan karena kita menunggu ada progress untuk menyelesaikan itu agar komperhensif," kata Pigai.
"Tidak bisa Komnas HAM diminta untuk mengeluarkan aspek material, hasil penyelidikan kami simpan," tambahnya.
Nampaknya seorang wartawan tidak merasa puas dengan jawaban Pigai, kemudian bertanya lagi, "Kalau tanpa data bagaimana Anda menyimpulkan?"
Dengan nada sedikit meninggi, Pigai menjawab, "Kan saya sudah bilang, google, google itu. Itu data, kalau fakta kan belum. Jadi kami kan meminta pemerintah selesaikan secara politis dan komprehensif dan menghentikan kegaduhan nasional."
Intervensi proses hukum
Berdasarkan data tersebut, Pigai meminta Presiden Joko Widodo mengintervensi Kepolisian agar menghentikan proses hukum terhadap beberapa ulama dan tokoh ormas yang tergabung dalam Presidum Alumni 212.
Pigai meminta Menko Polhukam Wiranto menyampaikan hal tersebut kepada Presiden dan berharap pemerintah menghentikan proses hukum terhadap beberapa ulama alumni 212.
"Presiden dapat memerintahkan kepolisian dan kejaksaan untuk menutup atau SP3 atau deponering. Tapi sementara ini kami menghormati proses hukum," ucapnya.
Dia menyebut upaya tersebut merupakan langkah komprehensif Presiden untuk menghentikan kegaduhan.
"Tidak ada namanya juga menyelesaikan komperhensif atas permintaan Komnas HAM, jadi tidak ada intervensi hukum. Ini atas permintaan Komnas HAM," kata dia.