JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi sarat kepentingan.
Emerson yakin tujuan hak angket bukanlah dalam rangka memperbaiki KPK, melainkan justru melemahkan.
Hal ini, menurut Emerson, dapat dilihat dari terpilihnya Politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa sebagai Ketua Pansus.
Sebab, nama Agun masuk ke dalam daftar orang yang diduga menerima uang proyek e-KTP.
"Jadi meskipun Pak Agun bilang tidak ada konflik kepentingan, justru yang terjadi ini adalah konflik kepentingan. Jadi niatnya ini bukan karena ingin memperbaiki KPK, tapi menurut saya mendelegitimasi KPK karena dia disebut menerima uang dari (kasus) e-KTP. Jadi agak sulit dia bersifat objektif," ujar Emerson di ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).
(baca: Ini Daftar 23 Anggota DPR di Pansus Hak Angket KPK)
Emerson berpendapat, sebaiknya pembentukan Pansus Angket KPK dibatalkan. Sebab jelas terihat banyak kepentingan, mulai dari proses pembentukanya hingga pemilihan ketuanya.
"Menurut saya, yang seperti ini harusnya dibubarin," kata Emerson.
Tujuh fraksi di DPR RI sudah mengirimkan nama perwakilan anggotanya ke Pansus Angket KPK. Total sudah ada 23 anggota DPR.
(baca: Anggaran Pansus Hak Angket KPK Capai Rp 3,1 Miliar)
Hak angket ini dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Agun salah satu anggota DPR yang disebut menerima fee dari proyek pengadaan e-KTP. Ia disebut menerima duit sebesar satu juta dollar AS saat menjadi anggota Badan Anggaran DPR.
(baca: Disebut Terima 1 Juta Dollar AS dari Proyek E-KTP, Agun Gunandjar Mohon Doa)
Pemberian uang tersebut dimaksudkan agar Komisi II dan Banggar DPR RI saat itu menyetujui anggaran untuk proyek pengadaan dan penerapan e-KTP.
Agun sudah diperiksa KPK dan dihadirkan dalam persidangan kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.