Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Gotong Royong dan Aksi Bom

Kompas.com - 30/05/2017, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Ketika menjenguk para korban luka-luka aksi bom bunuh diri Kampung Melayu, di Rumah Sakit Polri Jakarta, Kamis (25/5/2017) malam, Presiden Joko Widodo antara lain mengatakan, kejadian seperti itu tidak boleh terjadi lagi.

Oleh karena itu, kata Presiden, Pemerintah dan DPR akan segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Anti-Terorisme agar aparat  penegak hukum memiliki landasan kuat dalam bertindak dan lebih mampu melakukan pencegahan sebelum kejadian itu terjadi.

"Ini yang paling penting," kata Prsiden.

Selain itu, Presiden mengimbau masyarakat seluruh Indonesia tenang, waspada, bersatu melawan terorisme.

Baca: Presiden Jokowi: Teror Bom di Kampung Melayu Keterlaluan

Aksi bom teror terjadi bukan hanya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jufuf Kalla. Sejak masa pemerintahan Soeharto, KH Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono berkali-kali terjadi aksi bom teror.

Dalam pertemuan santai pada Jumat (26/5/2017) sore di kawasan Tebet, Jakarta, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara selama sembilan tahun, sejak pemerintahan Gus Dur sampai SBY, As’ad Said Ali memberi beberapa catatan atas pernyataan Jokowi agar aksi bom teror tidak terjadi lagi.

Baca: Wiranto: Bom Kampung Melayu dan Manchester Wujud Eksistensi Terorisme

Ia banyak memberi resep praktis untuk pencegahan. As’ad (68) yang kini menjadi salah satu pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), antara lain mengatakan, aksi bom Kampung Melayu itu tidak langsung berkaitan dengan aksi di Filipina Selatan.

Menurut lulusan pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta itu, aksi di Kampung Melayu ini titik beratnya dilatarbelakangi oleh dendam para pemimpin kelompok aksi pemboman yang ditangkap polisi dan dipenjara.

Untuk mengatasi agar pemboman teror, termasuk bom bunuh diri, tidak terjadi, perlu ada penjagaan ketat terhadap para pemimpin kelompok pembom yang ada di penjara. Karena, kata As’ad, para pelaku pemboman bunuh diri itu melakukan aksinya berdasarkan perintah atau fatwa secara langsung atau tidak langsung dari para pimpinan mereka yang kebanyakan kini berada di penjara.

"Orang-orang yang menjenguk para pemimpin kelompok pembom itu harus diamati dengan  ketat dan jangan sampai para penjenguk itu menjadi perantara penyampaian fatwa kepada para calon pelaksana pemboman," kata As’ad.

Catatan lain tentang pernyataan Presiden adalah dari Ketua SETARA Institute Hendardi. Dalam siaran persnya yang sampai ke saya, Hendardi antara lain mengatakan, percepatan pengesahan RUU Anti-Terorisme tidak boleh mengubah pendekatan pemberantasan terorisme dari sistem peradilan pidana menjadi pendekatan nonhukum.

"Karena itu, gagasan memasukan TNI sebagai aktor dalam pemberantasan  terorisme  dipastikan akan keluar dari mekanisme sistem peradilan pidana terpadu. TNI bukanlah aparat penegak hukum yang bertugas  memberantas  kejahatan, termasuk  kejahatan terorisme," kata Hendardi, yang lebih ditujukan kepada Menko Polhukam Wiranto yang mendapat tugas dari Presiden untuk menyelesaikan revisi UU Anti-Terorisme itu.

Catatan lain berasal dari Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf atau Gus Ipul. Mengatasi aksi bom teror, termasuk aksi bom bunuh diri, bisa dilakukan dengan memperkuat budaya gotong royong yang menjadi salah satu intisari Pancasila.

"Gotong royong adalah budaya yang hidup di Nusantara sejak zaman dahulu kala. Budaya gotong royong yang saat ini mulai terkikis perlu dihidupkan secara gencar lagi supaya kita saling peduli kepada tentangga," Gus Ipul.

Sejak tahun 2015, kata Gus Ipul, dia mengampanyekan hidup peduli tetangga dengan budaya gotong royong. "Jadi bukan untuk mencurigai atau mau ikut urusan pribadi tetangga.

Baca: Dua Ledakan di Kampung Melayu Terdengar Kencang hingga 1 Kilometer

Tapi bila kita tidak punya budaya gotong royong dan tidak peduli tetangga, kita tidak akan tahu di dalam rumah tetangga kita ada teroris, pembuat bom teror, ada gembong narkoba. Kalau kita tidak peduli tetangga, bisa saja kita tidak tahu ada tentangga kita yang tidak bisa makan karena kemiskinan," lanjut Gus Ipul, yangpernah menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Anshor.

Gagasan Gus Ipul ini mungkin sejalan dengan pendapat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, bahwa penanggulan terorisme, termasuk mendeteksi dini pemboman bunuh diri, bisa dilakukan dengan pendekatan budaya. Namun sayang, kata pengulas kritis dan penulis buku Pancasila, Yudi Latief, budaya gotong royong kini sedang memudar.

Yuk, gencarkan kembali budaya gotong royong dan peduli tetangga secara nasional, termasuk dalam pendidikan resmi sejak dini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com