Volume informasi melimpah dengan konten berisi sensasi dan kurangnya kemampuan kita berpikir kritis membuat kita sendiri menjadi bingung. Keadaan bertambah buruk karena sebagian media massa justru kehilangan kredibilitas sebagai penyampai fakta yang benar. Apa yang mesti kita kerjakan?
Pertama, pendekatan persuasif dan edukatif. Semua level kepemimpinan harus berupaya menenangkan semua elemen masyarakat. Pendekatan paralel, seperti penyelesaian konflik komunal di Poso dan Ambon, bisa kita adaptasi dalam skala yang lebih luas. Pejabat pemerintah, tokoh agama dan masyarakat agar berbicara kepada kelompok-kelompok yang sedang dipenuhi prasangka dan amarah.
Dialog antarkelompok identitas yang berbeda seperti dilakukan Presiden Jokowi harus diperbanyak. Ini penting untuk mencari konsensus bersama dengan tetap setia pada ideologi dan falsafah Pancasila, yang menjadi sumpah para abdi negara, termasuk prajurit TNI dan Polri.
Jangan mengompori
Jangan ada pejabat pemerintah, tokoh agama dan masyarakat mengompor-ngompori. Juga, jangan ada fenomena lilin versus obor. Tenangkan masyarakat, supaya hati dan pikiran mereka jernih, serta tidak terprovokasi untuk saling berhadapan.
Di samping itu, media massa mempunyai peran kunci. Penting sekali bagi media massa untuk berpikir obyektif dalam menyikapi berbagai peristiwa dan opini yang mengiringinya agar masyarakat paham situasi sebenarnya.
Kedua, penegakan hukum secara adil. Memang Indonesia negara demokrasi yang menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bebas bukan berarti bablas. Keadaban kita sebagai bangsa justru tecermin pada kebebasan yang bertanggung jawab, menjunjung tinggi etika dan norma hukum, sehingga mencegah munculnya tindakan anarkistis.
Ketiga, sebesar apa pun masalah kita, mari kita selesaikan sendiri secara bersama. Jangan menjual isu apa pun ke luar negeri sehingga memancing dunia internasional untuk mencampuri urusan kita. Toh, mereka juga belum tentu paham akar dan konteks permasalahannya.
Selain itu, kita juga wajib waspada terhadap agenda asing yang dapat mengancam kedaulatan bangsa dan negara.
(Baca juga: Demokrasi Pancasila)
Mari bersatu
Akhirnya, mari kita bersatu mendukung pemerintah, tokoh agama dan masyarakat untuk menghadapi ujian ini. Lakukan rekonsiliasi, jangan menunggu terjadinya konflik, apalagi krisis. Sebab, satu krisis akan memicu krisis lain, baik politik, ekonomi, sosial, maupun keamanan.
Kita sendiri dapat berperan aktif dalam mengatasi potensi konflik ini. Cara paling mudah adalah berpikir kritis dan bersikap bijaksana. Jangan mudah menyebarkan informasi yang belum tentu benar. Lihat segala sesuatu dengan jernih dari berbagai perspektif. Meskipun ada perbedaan cara pandang, dahulukan semangat persatuan dan persaudaraan, di mana pun kita berada.
Dengan demikian, persatuan Indonesia akan langgeng dan keberagaman ini menjadi berkah dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Atas rida-Nya, kita akan berhasil melalui ujian demokrasi dan kebangsaan ini dengan baik, bahkan insya Allah lebih baik dari para pendahulu kita.
Selamat Hari Kebangkitan Nasional.
Agus Harimurti Yudhoyono,
Alumnus John F Kennedy School of Government, Universitas Harvard, AS
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Ujian Demokrasi dan Kebangsaan Kita".