Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senjata Petaka di Natuna, Masalah Pengadaan hingga Perawatan Alutsista

Kompas.com - 19/05/2017, 13:26 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tentara Nasional Indonesia (TNI) berduka. Sebanyak 12 personel TNI tersambar peluru sendiri. Empat orang di antaranya meninggal dunia, sementara delapan lainnya terluka. Sebabnya, senjata jenis Giant Bow milik Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) TNI Angkatan Darat mendadak mengalami kemacetan sehingga menembakkan peluru berkaliber 23 mm ke segala penjuru.

Peristiwa nahas ini terjadi saat latihan gabungan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Natuna, Kepulauan Riau.

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengkritisi sejumlah hal di balik insiden senjata petaka tersebut.

Malapraktik pengadaan alutsista?

Pertama, soal sorotan publik terhadap pengadaan alat utama sistem persenjataan pabrikan Norinco, Tiongkok tersebut yang dinilai karut marut. Khairul tidak sepenuhnya sependapat atas hal ini.

"Potensi karut marut pengadaan barang di negara kita ini memang besar. Isu ini juga selalu dianggap seksi. Tapi yang perlu dicatat itu, malpraktik pengadaan barang tidak selalu beriringan dengan malfungsi," ujar Khairul kepada Kompas.com, Jumat (19/5/2017).

(Baca: Insiden Latihan Tembak di Natuna, Ini Komentar KSAD)

Untuk menautkan insiden tersebut dengan potensi malpraktik pengadaan, tentu membutuhkan investigasi mendalam. Dugaan mark up harga atau down grade kualitas alutsista tidak bisa dipercayai begitu saja hanya dengan komentar tanpa dasar.

Khairul mengatakan, mark up memang menimbulkan kerugian di sisi pembiayaan. Praktik down grade kualitas juga menimbulkan kerugian dari sisi manfaat.

Namun, sekali lagi, Khairul menegaskan bahwa kedua praktik kotor itu belum tentu membuat sebuah barang pengadaan menjadi malfungsi.

"Bisa saja meriam itu tetap dapat digunakan sebagai senjata antiserangan udara ringan yang efektif walaupun bagi yang paham, perangkat itu mungkin dinilai menjadi kurang mumpuni dari yang semestinya," ujar Khairul.

Malfungsi

Khairul pun meyakini bahwa insiden tersebut lebih cenderung disebabkan oleh faktor malfungsi.

"Senjata itu secanggih apapun membutuhkan pemeliharaan yang maksimal agar dapat berfungsi secara optimal," ujar Khairul.

(Baca: 4 Anggota TNI Tewas dan 8 Terluka Saat Latihan Tembak Meriam)

"Jadi untuk saat ini, abaikan dulu dugaan karut marut pada pengadaan, meski menduga demikian cenderung sensasional dan simpel. Mari fokus pada malfungsi. Pasti ada problem dari sisi mekanis atau mungkin kegagalan sistem kendali," lanjut dia.

Perlu investigasi komprehensif untuk menyelidiki penyebab gagalnya senjata itu beroperasi. Investigasi yang komprehensif ini bisa berangkat dari fakta bahwa pengadaan alutsista telah melalui uji kelaikan dan kemudian dioperasikan oleh personel kompeten.

Jika pada tahap ini tidak ada persoalan, mari bergeser ke tata kelola perawatan dan pemeliharaan. Perawatan dan pemeliharaan berkaitan ini berkaitan dengan kesiapan alutsista untuk tampil optimal dan bisa digunakan sewaktu-waktu.

"Terdapat dua aspek juga, yakni pemeliharaan rutin dan kalibrasi berkala. Pemeliharaan rutin kemampuan dilakukan dengan latihan menggunakan alat itu mulai dari satuan kecil hingga latihan militer gabungan untuk memastikan alat itu siap tempur dan kompetensi personel tetap terjaga," ujar Khairul.

"Sedangkan kalibrasi berkala dilakukan untuk memastikan perangkat selalu dalam kondisi laik dan segera dapat diperbaiki jika ada indikasi gangguan yang berpotensi menghambat operasi," lanjut dia.

(Baca: Nama Prajurit TNI Korban Insiden Latihan Tembak di Natuna)

Jadi, Khairul berpendapat bahwa untuk memastikan penyebab insiden nahas di Natuna, sebaiknya pastikan terlebih dahulu apakah pemeliharaan dan perawatannya sudah dilakukan dengan semestinya? Memadaikah alokasi anggaran untuk itu? Lalu, bagaimana realisasi perawatan rutin dan kalibrasi? Apakah sudah berjalan baik?

"Lebih baik itu dululah yang harus dikaji, sebelum kita membahas praktik buruk pengadaan alutista atau stigma negatif terhadap negara produsen," ujar Khairul.

Penyebab masih misteri

Pihak TNI Angkatan Darat sendiri belum mengetahui penyebab kerusakan senjata Giant Bow asal Tiongkok itu.

"Ya, masih diinvestigasi. Mungkin ada kelainan barangkali, tapi masih kami diinvestigasi," ujar Kepala Staf TNI AD Jenderal Mulyono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/5/2017).

Investigasi itu salah satunya dilakukan dengan memeriksa senjata macet itu serta memeriksa personel TNI yang mengoperasikan senjata tersebut. Mulyono tidak dapat memastikan kapan proses investigasi tersebut rampung.

(Baca: Prajurit TNI Tewas Saat Latihan, Ketua Komisi I Minta Evaluasi Perawatan Alutsista)

Meski demikian, Mulyono merasa aneh. Sebab, dari sekian banyak senjata asal China yang dipakai, hanya satu yang mengalami macet sehingga menewaskan personel TNI AD.

"Ya kan (senjata) yang lain tidak, ini macet sendiri. Tentu ada sesuatunya. Nah, ini yang kami investigasi," ujar Mulyono.

Tentang korban tewas dan luka sendiri, Mulyono memastikan, ditanggung oleh TNI. Personel yang meninggal akan diberikan santunan.

Diketahui, latihan gabungan PPRC ini merupakan latihan gladi ke dua. Acara puncak rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 19 Mei 2017. Latihan ini disebut gabungan tiga matra dari Angkatan Darat, Laut dan Udara.

Kompas TV Diduga empat orang dari Satuan Arhanud Kostrad Kepulauan Riau tewas saat menjalankan latihan gabungan PPRC.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com