JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menjadi salah satu calon komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
Ia terlihat sangat menggebu-gebu menyampaikan kegundahan hatinya selama ini akan kinerja Komnas HAM.
Haris menilai, Komnas HAM harus membangun tim yang profesional. Sebab, selama ini ia melihat hal itu belum ada di tubuh lembaga penjaga HAM itu.
"Ada enggak di Komnas HAM ahli forensik? Dalam kejahatan bisnis, siapa yang baca laporan keuangan perusahaan-perusahaan dalam perspektif HAM? Siapa yang ditempatkan untuk bangun komunitas. Ahli-ahli ini harus ada di Komnas HAM," kata Haris saat proses seleksi calon komisioner Komnas HAM di Kemenkumham, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
Untuk itu, menurut dia, tata kelola organisasi dan lembaga Komnas HAM harus diubah total. Komnas HAM harus diisi dengan orang-orang profesional yang punya kemampuan atau keahlian.
"Jadi bukan hanya human rights sebagai hak. Dia harus human rights sebagai profession. Jadi tempatnya profesi hak asasi manusia itu Komnas HAM. Kalau anda mau human rights sebagai hak, enggak usah ke Komnas HAM, kita beli buku saja," kata dia.
Kedua, ia menekankan perlunya penguatan tafsir HAM. Sebab, selama ini tafsir HAM di Indonesia di dominasi oleh Mahkamah Konstitusi.
(Baca: Menurut Jimly, Ada Calon Komisioner Komnas HAM "Titipan" Pemerintah)
"Harusnya Komnas HAM tidak menerjemahkan hak asasi by wisdom seperti para hakim MK. Tapi Komnas harus menerjemahkan prinsip HAM berdasarkan report pelanggaran HAM," kata dia.
"Jadi ada 6.000 hingga 8.000 report pelanggaran itu bukan cuma siaran pers. Dia harus diperas sebagai inilah sebagai temuan kejahatan HAM di Indonesia," ucp Haris.
Ketiga, ia mengeluhkan pengelolaan data pelanggaran HAM yang sangat buruk di Komnas HAM. Bahkan, data itu rusak dan hilang entah ke mana.
"Siapa yang mengerjakan data di Komnas HAM? Yang saya dengar datanya hancur lebur. Harusnya enggak apa-apa hancur lebur yang penting masih ada. Eh, tahunya hilang," ujar dia.
Imbasnya, kata Haris, Komnas HAM tidak bisa kembali memanggil orang-orang yang diduga sebagai otak pelaku pelanggaran HAM berat di Indonesia pada masa silam.
(Baca: Calon-calon Komisioner Komnas HAM Dinilai Berkualitas)
Keempat, Komnas HAM harus mengembalikan wibawa lembaga yang telah punah dihadapan publik dan berbagai pihak. Akibatnya, rekomendasi Komnas HAM selama ini diacuhkan.
"Trust building dan impeachment. Enggak bisa main gerudag-gerudug ramai di televisi, lalu dua minggu kemudian hilang," kata dia.
Haris menegaskan, seharusnya para komisioner Komnas HAM memastikan rekomendasi lembaganya benar-benar dijalankan oleh orang yang bersangkutan, oleh lembaga yang bersangkutan.
"Saya kaget berkali-kali ini kelakuan Komnas HAM. Kita tanya sudah ada rekomendasi, katanya sudah. Nah, harusnya begitu mereka membuat rekomendasi, mereka mengawal pakai tangan yang keringetan, datang ke kantor Kementerian. Kalau perlu bikin tenda biar rekomendasi dijalankan," ucap dia.
(Baca: Komnas HAM Dianggap Tak Punya Wibawa, Ini Harapan Tim Pansel )
"Rekomendasi bukan cuma dikirim pakai fax atau dikirim via driver ojek online, email atau dikirim via WhatsApp, enggak bisa begitu. Harus ada militansi enggak bisa kebanyakan ke luar negeri," lanjutnya.
Terakhir, kata dia, Komnas HAM harus membangun jaringan yang lebih luas dengan para stakeholder lainnya untuk bisa bekerja sama dalam menjalankan fungsi, tugas, dan kewajiban lembaga.
"Bangun jaringan kepada stakeholder yang lebih luas. Bekerja dengan KPI dan Ombdusman, ada enggak joint investigation," kata dia.
"Memanfaatkan jaringan lawyer, jaringan jurnalis, jaringan lain-lainnya. Jadi Komnas HAM ke depan tugasnya merangkai," tutup Haris.
Sebanyak 60 calon anggota Komnas HAM akan mengikuti seleksi terbuka uji publik untuk mengisi komisioner lembaga tersebut periode 2017-2022 pada 17-18 Mei 2017 ini.
Seleksi 60 orang itu dibagi menjadi dua gelombang. Masing-masing dibagi 30-30 calon Komisioner Komnas HAM.
Usai uji publik itu, akan dilakukan penelusuran latar belakang para calon Komisioner Komnas HAM, yang melibatkan tokoh masyarakat, Ormas dan LSM. Nantinya, dipilih 28 orang untuk maju ke tahap selanjutnya.
Proses tahapan selanjutnya adalah uji psikotes dan wawancara akhir. Nantinya, akan dipilih lagi 14 orang dan diuajukan ke DPR untuk disaring lagi menjadi 7 orang untuk disahkan.