Selain itu, hadir pula Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia Hartati Murdaya, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Wisnu Bawa Tenaya dan Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Uung Sendana L. Linggaraja.
Presiden berterima kasih atas komitmen para tokoh lintas agama itu untuk terus mempertahankan sekaligus memperkokoh azas Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
"Saya senang dan berterima kasih mendengar komitmen semua umat beragama untuk terus menjaga persatuan, persaudaraan, perdamaian dan toleransi antarumat, antarkelompok dan antargolongan," ujar Jokowi.
"Saya juga senang dan berterima kasih atas komitmen semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan mendukung penegakan hukum," lanjut dia.
Para tokoh lintas agama itu juga sebaliknya. Mereka mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang berupaya mencari solusi atas gejolak perpecahan di masyarakat.
Dukungan ormas keagamaan
Ketua Majelis Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakhri yang turut hadir dalam pertemuan itu mengungkapkan, Presiden khawatir soal perpecahan pada umat beragama di Indonesia.
"Presiden melihat, kalau menurut saya, ada riak. Karena isu agama itu potensial, dalam sejarah kita potensial dipecah-pecah. Karena potensial perpecahannya ada, maka Presiden menaruh perhatian," ujar Syaiful, usai pertemuan.
(Baca: Kapolri: Kita Bersatu Lagi, Warga Jakarta)
Meski demikian, Syaiful menilai bahwa apa yang dilakukan pemerintah sudah tepat, yakni penegakan hukum. Oleh sebab itu, Presiden meminta tokoh lintas agama turut andil dalam mendinginkan situasi di masyarakat.
Seiring dengan itu, para tokoh lintas agama yang berkiprah di masing-masing ormas keagamaan itu diminta mendukung pemerintah dalam memperkuat Pancasila.
"Melalui majelis-majelis keagamaan seperti inilah salah satu potensial yang paling utama untuk membantu ke arah itu ya," ujar Syaiful.
Sementara, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin mendukung langkah Presiden menginstruksikan TNI dan Polri untuk menindak tegas pihak yang menggangu NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.
"Siapa saja, kalau dia menghina pancasila, tidak patuh pada koridor NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, maka dia tidak boleh hidup di Indonesia. Itu kesepakatan yang sudah kita sepakati sejak berdirinya negara," kata Ma'ruf, usai pertemuan.
Ma'ruf mengatakan, yang terpenting adalah penegakan hukum dilakukan sesuai dengan koridor hukum.