JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah bergeming sekian lama di tengah gejolak yang terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir, Presiden Joko Widodo akhirnya buka suara.
Didampingi tokoh lintas agama, Penglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo beserta Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa seluruh warga negara Indonesia merupakan saudara sebangsa dan setanah air. Oleh sebab itu, hentikan segala gesekan yang ada di tengah masyarakat.
"Jikalau dalam beberapa waktu terakhir ini ada gesekan antarkelompok di masyarakat, mulai saat ini, saya meminta segera dihentikan," ujar Jokowi di Ruangan Kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Presiden Jokowi melanjutkan bahwa masyarakat jangan saling menghujat. Karena kita semua adalah saudara. Jangan saling menjelekkan, karena kita adalah saudara. Jangan saling memfitnah, karena kita semua adalah saudara dan jangan pula saling menolak karena kita semua adalah saudara.
"Jangan saling mendemo. Habis energi kita ini untuk hal-hal yang tidak produktif seperti itu. Kita ini adalah saudara. Saudara sebangsa dan setanah air," ujar Presiden.
(Baca: Ini Pidato Lengkap Jokowi soal Gejolak Perpecahan di Tengah Masyarakat)
Presiden memerintahkan Polri dan TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk aksi dan ucapan yang dianggap mengganggu persatuan dan persaudaraan di tengah masyarakat.
Polri dan TNI juga diminta tegas terhadap kelompok tertentu yang merongrong NKRI serta Bhinneka Tunggal Ika sekaligus tidak sesuai dengan Pancasila dan kerangka Undang-Undang Dasar 1945.
"Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhai upaya kita bersama," ujar Jokowi.
Presiden sadar bahwa konstitusi negara menjamin adanya kebebasan berpendapat, berkumpul serta berserikat. Namun, Presiden menegaskan bahwa kebebasan tersebut harus sejalan dengan koridor hukum, prinsip Pancasila dan konsep UUD 1945.
"Harus berada dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika," lanjut Presiden.
Komitmen tokoh lintas agama
Sebelum menyampaikan pidato itu, Presiden Jokowi terlebih dahulu bertukar pendapat dan menerima masukan dari sejumlah tokoh lintas agama di Indonesia tentang gejolak yang mendera masyarakat Indonesia, belakangan.
Hadir Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakhri, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia Uskup Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo dan Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Henriette T. Hutabarat-Lebang.
Presiden berterima kasih atas komitmen para tokoh lintas agama itu untuk terus mempertahankan sekaligus memperkokoh azas Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
"Saya senang dan berterima kasih mendengar komitmen semua umat beragama untuk terus menjaga persatuan, persaudaraan, perdamaian dan toleransi antarumat, antarkelompok dan antargolongan," ujar Jokowi.
"Saya juga senang dan berterima kasih atas komitmen semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan mendukung penegakan hukum," lanjut dia.
Para tokoh lintas agama itu juga sebaliknya. Mereka mengapresiasi sikap Presiden Jokowi yang berupaya mencari solusi atas gejolak perpecahan di masyarakat.
Dukungan ormas keagamaan
Ketua Majelis Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakhri yang turut hadir dalam pertemuan itu mengungkapkan, Presiden khawatir soal perpecahan pada umat beragama di Indonesia.
"Presiden melihat, kalau menurut saya, ada riak. Karena isu agama itu potensial, dalam sejarah kita potensial dipecah-pecah. Karena potensial perpecahannya ada, maka Presiden menaruh perhatian," ujar Syaiful, usai pertemuan.
(Baca: Kapolri: Kita Bersatu Lagi, Warga Jakarta)
Meski demikian, Syaiful menilai bahwa apa yang dilakukan pemerintah sudah tepat, yakni penegakan hukum. Oleh sebab itu, Presiden meminta tokoh lintas agama turut andil dalam mendinginkan situasi di masyarakat.
Seiring dengan itu, para tokoh lintas agama yang berkiprah di masing-masing ormas keagamaan itu diminta mendukung pemerintah dalam memperkuat Pancasila.
"Melalui majelis-majelis keagamaan seperti inilah salah satu potensial yang paling utama untuk membantu ke arah itu ya," ujar Syaiful.
Sementara, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin mendukung langkah Presiden menginstruksikan TNI dan Polri untuk menindak tegas pihak yang menggangu NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.
"Siapa saja, kalau dia menghina pancasila, tidak patuh pada koridor NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, maka dia tidak boleh hidup di Indonesia. Itu kesepakatan yang sudah kita sepakati sejak berdirinya negara," kata Ma'ruf, usai pertemuan.
Ma'ruf mengatakan, yang terpenting adalah penegakan hukum dilakukan sesuai dengan koridor hukum.
Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faisal Zaini menyampaikan dukungan serupa. PBNU, kata dia, sejak awal memang berkomitmen setia mengawal Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
"PBNU mengajak semua pihak untuk menahan diri agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang menginginkan perpecahbelahan bangsa. Perbedaan harus bisa kita jadikan sebagai khazanah yang justru memperkokoh tali ukhuwah, bukan malah memecah belah," ucap Helmy.
Sebagai langkah nyata mendukung pemerintah, Helmy memastikan PBNU secara pro aktif akan membangun halaqah kebangsaan dengan berbagai elemen bangsa
(Baca: MUI Minta Masyarakat Santun dalam Sampaikan Pendapat)
Sementara, Ketua Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia Uung Sendana L Linggarjati menilai, sikap tegas dari aparat bisa menjadi solusi jangka pendek untuk mengatasi potensi perpecahan yang saat ini ada di masyarakat.
Sementara untuk jangka panjang, para tokoh lintas agama banyak memberikan usulan seperti penanaman ideologi dan moral sejak usia dini.
Ia memastikan seluruh tokoh lintas agama yang hadir dalam pertemuan mendukung TNI-Polri menindak kelompok-kelompok yang dapat memecah belah persatuan, sebagaimana yang diperintahkan oleh Jokowi.
Ia pun menilai dukungan dari tokoh lintas agama ini bisa menjadi modal yang baik bagi kedua institusi untuk bekerja.
"TNI dan Polri tidak perlu ragu lagi karena didukung lintas agama," kata Uung.