Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Merasa Berwenang Selidiki Keterangan Palsu Miryam

Kompas.com - 16/05/2017, 13:33 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam eksepsi di sidang praperadilan menganggap KPK berwenang menyelidiki dugaan keterangan palsu mantan anggota DPR komisi II Miryam S Haryani.

KPK menyatakan memiliki dasar untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan keterangan palsu Miryam berdasarkan Pasal 22 UU Jo Pasal 35 UU Tindak Pidana Korupsi.

Hal ini untuk menjawab gugatan Miryam yang menyatakan KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Miryam atas keterangan palsu di pengadilan Tipikor dengan Pasal 22 UU Tipikor.

(Baca: KPK Minta Hakim Praperadilan Tolak Gugatan Miryam, Ini Alasannya)

Namun, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi, pemberian keterangan palsu Miryam di pengadilan Tipikor merupakan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, sesuai Pasal 22 UU Tipikor.

"Seluruh tindak pidana dalam UU Tipikor merupakan tindak pindana korupsi dan merupakan kewenangan termohon (KPK)," kata Setiadi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (16/5/2017).

(Baca: Pengacara: Hanya Pakai Satu Bukti, Penetapan Tersangka Miryam Tak Sah)

Setiadi juga menyampaikan, pasal 22 UU Tipikor beberapa kali pernah diterapkan KPK untuk perkara yang telah diperiksa, diadili dan diputus oleh pengadilan Tipikor. Di antaranya pada perkara Muhtar Efendy, Romi Herton, dan lainnya. Karenanya, Setiadi menilai dalil pengacara Miryam yang menyatakan KPK tidak berwenang menyelidiki Miryam keliru.

"Dalil pemohon tidak benar dan tidak berdasar hukum dan oleh karena itu harus dikesampingkan," ujar Setiadi.

Kompas TV Kuasa hukum pemohon menilai, penetapan tersangka Miryam S Haryani menyalahi pasal 174 KUHAP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com