Sistem seperti ini sebenarnya merupakan cara yang logis karena pelaksanaannya profesional dan kompeten. Oleh karena itu, sampai sekarang dalam pemerintahan demokrasi team work system birokrasi dan sistem politik menampakkan wajah politik birokrasi. Wajah kedua birokrasi inilah yang memunculkan perlu netralitas yang diuraikan di muka agar wajah pertama tidak luntur dan pucat.
Wajah ketiga adalah wajah birokrasi yang taat aturan atau taat hukum, seperti sedikit disinggung di muka. Wajah hukum ini seharusnya menjadi wajah birokrasi yang tidak diombang-ambing oleh intervensi kekuasaan, asalkan hukumnya juga tak mau diintervensi. Oleh karena itu, setiap pengadilan dan langkah hukum dalam setiap sistem hukum negara dijaga agar tak diintervensi oleh kekuasaan yang dibawa dan menjadi sifat wajah kedua.
Sayangnya, wajah dan peranan politik masih bisa masuk ke ranah hukum dan wajah birokrasi yang ketiga ini tak sepi dari persoalan netralitas. Dengan demikian, wajah pertama birokrasi yang ingin menekankan dan mewujudkan tatanan yang impersonal rasionalitas dan efisien efektif sejalan dan sepadan dengan wajah ketiga berwajah hukum. Kepadanan inilah yang perlu dijaga dan dikembangkan. Sementara wajah birokrasi kedua wajah politik tak terlalu ofensif mengintervensinya. Kalutnya netralitas dalam sistem administrasi negara yang bersistem demokrasi karena wajah politik birokrasi lebih dominan dari wajah pertama dan ketiga.
Karena itu, ambisi politik dari suatu parpol yang berkuasa yang meletakkan semua kader parpolnya dalam lembaga birokrasi pemerintah sebagai kader partai bisa ditiadakan. Sebaliknya, slogan Kennedy dihidupkan sehingga semua kader apa pun jika dipilih suara terbanyak rakyat, bertugas di negara, tak ada lagi kaitannya dengan ambisi partai, melainkansebagai pejabat negara untuk kepentingan semua rakyat bangsa dan negara.
Miftah Thoha,
Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Netralitas Administrasi Negara".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.