Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebinekaan yang Terjagal

Kompas.com - 09/05/2017, 21:51 WIB

Salah satu lembaga yang diandalkan untuk mengawal kebinekaan adalah kampus. Perguruan tinggi (PT) secara khusus diamanati oleh rakyat untuk menyampaikan kepada mahasiswa atau subyek pendidikan tinggi bahwa Pancasila itu ideologi ”harga mati”. Kalau Pancasila sudah menjadi ”harga mati”, konsekuensinyaPT berkewajiban menjaganya supaya ideologi lain tidakhidup dan berkembang dalam lingkungannya.

Ikrar kekhilafahan yang terjadi dan beberapa kali terulang di PT menjadi sinyal yang mengisyaratkan bahwa ekologi edukasi atau proses pembelajarannya belum benar-benar berhasil membumikan Pancasila sebagai ideologi ”berharga mati”. Meski hanya ”segelintir” PT yangmemberi ruang terjadinya aktivitas seperti ikrar kekhilafahan itu, ini mengindikasikan PT juga harus dikontrol supaya khitahpada landasan diselenggarakannya PT ditegakkan, bukan malah menoleransi atau meliberalisasikan doktrin yang berlawanan dengan kebinekaan.

Dalam Pasal 2 UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan, pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.Landasan yuridis penyelenggaraan edukasi di PT itu menunjukkan bahwa proses pembelajaran di kampus bernyawakan pada kebinekaan, yang setiap elemennya dituntut menegakkan dan mengembangkan doktrin kebinekaan, serta membumikan doktrin ini dalam trans-kehidupan yang berkeberagaman.

Selain itu, proses pembelajaran juga bisa dikembangkan dengan menjelaskan perkembangan berbagai ideologi, doktrin, atau organisasi-organisasi yang masih eksis atau sudah dilarang di sejumlah negara.Pembelajaran dinamika ideologi itu penting guna memberikan informasi yang seimbang dan benar kepada mahasiswa bahwa di ranah global pun terjadi kebinekaan yang luar biasa, yang menuntut setiap elemen bangsa di muka bumi untuk menyikapi dengan cerdas atau mengarifinya.

Salah satu contoh penghormatan kebinekaan istimewa dilakukan Khalifah Umar bin Khathab. Semasa memimpin, Umarmemberikan kepada penduduk Elia (Jerusalem/Al-Quds) keamanan kepada komunitas Nasrani di Elia untuk jiwa mereka, harta kekayaan mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib dan semua perangkat agama mereka. Gereja-gereja mereka tidak boleh diduduki siapa pun, tidak boleh dirobohkan atau dirusak, kekayaannya dan semua hak milik gereja mereka dilindungi, mereka tidak boleh dipaksa dalam agama, dan tidak boleh ditekan.

Umar memberikan pelajaran berharga bahwa di tengah pluralitas atau kebinekaan, setiap pemeluk agama yang berbeda berkewajiban menegakkan kebinekaan, dan tidak diperbolehkan melakukan pemaksaan kehendak, apalagi sampai menyebar teror ideologisataupun fisik.

Membumikan doktrin kebinekaan

Di Indonesia memang hak setiap orang—termasuk para mahasiswa—bisa ”kepincut” dan mengamini doktrin kekhilafahan atau lainnya. Namun, karena mereka terjerumus dalam paham atau opsi eksklusivitas teologis yang menolak kebinekaan, sikap dan pikiran mereka itu harus secara berkelanjutan direstorasi supaya kembali khitah, ke hajat asasi kebersatuan hidup bermasyarakat dan berbangsa yang berkebinekaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com