Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat LIPI: Hasil Pileg 2014 Tak Masuk Akal Jadi Acuan Pilpres 2019

Kompas.com - 06/05/2017, 14:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris menganggap ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden untuk Pemilu serentak 2019 merupakan suatu anomali dalam sistem presidensial.

Meski tidak dilakukan secara serentak, ia tetap menganggap ambang batas itu merupakan suatu penyimpangan.

Menurut dia, perolehan suara partai politik di legislatif tidak bisa dijadikan landasan untuk mengusung calon presiden.

"Pilpres atau pencalonan presiden tidak boleh didikte oleh hasil pemilu legislatif atau parlemen," ujar Syamsuddin dalam diskusi Perspektif Indonesia di Jakarta, Sabtu (6/5/2017).

(baca: Ini Alasan Pemerintah Dorong "Presidential Threshold" 20-25 Persen)

Syamsuddin menganggap pro-kontra pembahasan ambang batas tersebut merupakan hak politik anggota Dewan.

Nanun, secara sistem, ia menganggap hal tersebut tidak relevan diberlakukan karena mengacu pada perolehan suara pada Pileg 2014.

Sementara itu, politik sangat dinamis sehingga dalam lima tahun peta politik bisa berubah.

"Hasil Pileg 2014 tidak masuk akal digunakan kembali. Sementara nanti (Pilpres 2019) belum ada hasil pemilu parlemen," kata Syamsuddin.

Menurut dia, penghapusan ambang batas akan memberi kesempatan bagi seluruh partai yang ada di parlemen untuk mengusung calonnya.

Meski begitu, dengan presidential threshold nol persen bukan berarti membuka kesempatan bagi partai baru untuk mengusungkan calon presiden.

Syamsuddin menganggap, kapasitas partai-partai baru belum teruji, tidak seperti partai yang telah mengikuti Pileg sebelumnya.

"Semua partai yang sudah punya kursi di Dewan boleh mencalonkan," kata dia.

Syamsuddin mengatakan, pembatasan tetap perlu dilakukan agar tidak terlalu bebas. Termasuk untuk koalisi.

Ia mengusulkan agar partai yang akan mengajukan calon harus berkoalisi minimal dengan satu partai lain.

Jumlah koalisi pun harus dibatasi dan tidak terlalu banyak agar tidak muncul calon tunggal.

"Sebaiknya titik tolak lebih pada besaran koalisi pencalonan. Ada batas yang minimal dan maksimal," kata Syamsuddin.

Kompas TV Lukman menargetkan RUU penyelenggaraan pemilu disahkan pada 18 Mei 2017.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com