Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold" dan Kekhawatiran Munculnya Banyak Capres

Kompas.com - 19/01/2017, 08:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah partai politik menentang usulan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diubah menjadi 0 persen.

Beberapa alasan mengemuka. Salah satunya dikhawatirkan akan muncul terlalu banyak calon sehingga suasana perpolitikan menjadi tak kondusif.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai kekhawatiran tersebut belum tentu terjadi. Ia mencontohkan Pemilu Presiden 2004 yang secara kalkulasi bisa menghasilkan banyak sekali calon presiden dan calon wakil presiden.

Saat itu, sebanyak 24 partai politik berpartisipasi dalam pemilu legislatif.

"Pada 2004, secara kalkulasi bisa muncul banyak sekali capres tapi nyatanya hanya lima," kata Hanta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2017).

"Kemudian masuk dua putaran, Bu Mega (Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri) dan Pak SBY (Ketua Umum Partai Demokrat Pak SBY). Padahal bisa banyak. Jadi, tidak ada jaminan," ujarnya.

Selain itu, Hanta juga menilai tak ada korelasi langsung antara presidential threshold dengan penataan sistem presidensil.

Alasan mengenai diperlukannya koalisi yang besar untuk mengusung pasangan capres dan cawapres pun dianggapnya tak relevan.

Hanta mencontohkan langkah SBY yang maju Pilpres 2009. Meski koalisi pendukungnya cenderung gemuk, namun hal itu tak otomatis dapat menyolidkan kabinet.

"Tak ada jaminan. Sekarang, Jokowi-JK hanya 36 persen (dukungan koalisi) ketika masa pilpres. Tapi sekarang besar. Jadi tidak ada korelasinya kalau alasannya biar dari awal terbentuk koalisi," kata dia.

Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfuf MD, mewanti-wanti anggota dewan agar berhati-hati merumuskan Rancangan Undang-Undang Pemilu.

Sebab, UU tersebut akan rawan gugatan jika sejumlah pihak menilainya inkonstitusional.

"Saya hanya mengingatkan, apapun ini, kalau tidak hati-hati pasti akan digugat. Karena ini menyangkut politik. Politik artinya pembagian kue kekuasaan, yang sudah berkuasa ingin mempertahankan kekuasaannya," ucap Mahfud.

Bahkan, ia mengaku telah menerima tawaran dari beberapa pihak untuk menjadi saksi ahli dalam uji materi RUU Pemilu.

"JR (judicial review atau uji materi) pasti ada. Belum diundangkan saja orang sudah menyiapkan gugatan kok. Apalagi sudah diundangkan," ucap Mahfud.

(Baca juga: Belum Disahkan, RUU Pemilu Sudah Siap Digugat)

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com