"Penyiaran digital yang diselenggarakan oleh beberapa penyelenggara penyiaran multipleksing memerlukan penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran dan juga antitesa dari monopoli (single multiplekser)," kata Ketua Umum ATVSI Ishadi SK.
Menanggapi hal ini, Nina mengatakan, dengan model migrasi multiplekser tunggal yang pengelolaannya dilakukan pemerintah, bonus digital akan bisa dinikmati masyarakat. Namun, dengan melibatkan LPS sebagai penyelenggara multiplekser, bonus digital tidak akan dinikmati masyarakat dan hanya dinikmati oleh penyelenggara multiplekser.
"Jargon-jargon demokratisasi itu melencengkan tujuan sebenarnya. Justru ketika bonus digital bisa diperjuangkan, kepentingan publik bisa diselamatkan. LPS jelas pihak yang diatur, bukan regulator dan mereka jelas punya kepentingan di sana," ujarnya.
Sekretaris Jenderal ATVSI, Suryopratomo berharap RUU Penyiaran memiliki visi jangka panjang. Karena itu, semangat yang muncul diharapkan tidak sekadar berupa pembatasan atau larangan, tetapi juga mesti memikirkan aspek manfaat media penyiaran bagi kemajuan bangsa ke depan. (ABK)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Mei 2017, di halaman 12 dengan judul "Larangan Iklan Rokok Disoal".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.