Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Fahri, Cara Jokowi Baca Data soal Pertumbuhan Ekonomi Salah

Kompas.com - 04/05/2017, 13:12 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyesalkan kritik yang dilayangkan seorang kolumnis sebuah media massa Hongkong Jake Van Der Kemp terhadap Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Kritik itu disampaikan menanggapi pertanyaan Presiden bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi ketiga di dunia.

Menurut Fahri, ada dua hal yang disoroti dari pernyataan Jokowi soal itu. 

Pertama, tim ekonomi tidak memberikan data valid kepada Presiden. Kedua, cara Jokowi membaca data keliru.

"Saya terus terang menyesalkan tim ekonomi kita yang sekarang. Mereka memberikan data-data ke Presiden, data yang dangkal dan kadang-kadang itu digunakan dalam rapat-rapat resmi dengan lembaga-lembaga negara," kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

(Baca: Istana Sebut Kolumnis Ekonomi yang Kritik Jokowi Salah Paham)

Fahri mengatakan, Presiden Jokowi juga pernah menyampaikan data serupa ketika rapat dengan lembaga-lembaga negara yang membahas sosialisasi reforma agraria.

"Kesan saya waktu itu, tidak saja bahwa datanya salah dan sekarang mulai dikritik orang. Tetapi, cara membaca datanya juga salah. Nah, ini ekonom-ekonomnya mana?" kata Fahri.

"Saya hanya menyayangkan tim ekonominya yang menyampaikan data tidak valid kepada Presiden," ujar Fahri.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang terbaik ketiga setelah China dan India.

Pernyataan itu diungkapkan Presiden saat kunjungan kerja ke Hongkong. Pernyataan Jokowi itu dikritik Jake.

Ia lantas menulis opini di media berbahasa Inggris terbesar di Hong Kong dengan judul: "Sorry President Widodo, GDP Rankings are Economists Equivalent of Fake News".

Jake mempertanyakan klaim peringkat ketiga dalam hal pertumbuhan ekonomi seperti yang disampaikan Jokowi.

(Baca: Pernyataan Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi Disebut "Hoax", Ini Penjelasan Sri Mulyani)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com