Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Hak Angket DPR kepada KPK Hanya Akal-akalan Politik

Kompas.com - 29/04/2017, 13:57 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hak angket yang digulirkan DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tak sesuai dengan definisi yang dijelaskan dalam Pasal 79 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Hak angket kepada KPK ini saya lihat hanya akal-akalan secara politik," ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz dalam diskusi Populi Center dan Smart FM di Menteng, Jakarta, Sabtu (29/4/2017).

(baca: Drama Rapat Paripurna DPR Loloskan Hak Angket KPK...)

Dalam Pasal 79 ayat 3 UU MD3, papar Donal, disebutkan tiga unsur penting dalam menggunakan hak angket.

Pertama, untuk penyelidikan. Kedua, terhadap kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas.

Ketiga, harus ada dugaan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara, menurut Donal, anggota DPR setidaknya menggunakan dua alasan dalam mengajukan hak angket.

(baca: Ini Daftar 26 Anggota DPR Pengusul Hak Angket KPK)

Pertama, adanya dugaan kebocoran data atau informasi terkait proses hukum yang dilakukan KPK. Kedua, anggota DPR menduga ada ketidakharmonisan di internal KPK.

"Apa kebocoran informasi atau konflik internal berdampak luas dan berpengaruh pada bangsa dan negara? Kan tidak. Apa KPK bertentangan dengan undang-undang? Tidak juga," kata Donal.

Menurut Donal, setiap poin dalam pengajuan hak angket seharusnya mencantumkan undang-undang apa yang dilanggar.

Donal mengatakan, bukannya untuk pengawasan, hak anggota Dewan tersebut malah lebih cenderung digunakan untuk tujuan mengganggu pemberantasan korupsi.

(baca: KPK Tak Akan Buka Rekaman dan BAP Miryam untuk DPR)

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi juga menganggap DPR tidak bisa mengajukan hak angket terhadap KPK.

Pasalnya, hak angket tersebut berkaitan dengan kebijakan Pemerintah. Sementara KPK adalah lembaga yang bukan bagian pemerintah.

Pendapat keduanya bisa dibaca dalam dua berita di bawah ini.

- Mahfud MD Minta KPK Tak Gubris Hak Angket DPR

- "Apakah Anggota DPR Paham Penggunaan Hak Angket?")

Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.

Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK.

(baca: Ini Daftar 26 Anggota DPR Pengusul Hak Angket KPK)

Dalam sidang, Novanto menyebut sejumlah politisi di Komisi III DPR RI, yakni politisi Golkar Bambang Soesatyo dan Aziz Syamsuddin, politisi Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota DPR RI Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu, dan politisi Partai HanuraSarifuddin Sudding.

Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi membantah. Penggunaan hak angket kemudian muncul.

Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

DPR kemudian menyetujui penggunaan hak angket tersebut.

Kompas TV Fahri: Angket Justru Bikin Terang Masalahnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com