Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Periksa Kwik Kian Gie Terkait BLBI

Kompas.com - 20/04/2017, 20:29 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Indonesia Kwik Kian Gie datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (20/4/2017).

Usai keluar dari gedung KPK, Kwik mengaku dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyelidik KPK terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Ada kasus, pertama yang sedang disidik dan saya dimintai keterangan oleh KPK. Tentu saja ketika saya menjabat sebagai Menko dan pernah ada urusan dengan BLBI dan semua konsekuensinya," kata Kwik di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/4/2017).

Dalam daftar pemeriksaan pada Kamis (20/4/2017), nama Kwik tidak termasuk dalam orang yang dipanggil KPK sebagai saksi maupun kasus BLBI.

(Baca: Jokowi Didorong Tuntaskan BLBI, Century, dan Hambalang Tahun Ini)

Saat dikonfirmasi, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengakui adanya pemeriksaan terhadap Kwik.

Namun, ia belum mengetahui informasi lengkap apa yang digali oleh penyelidik KPK. Menurut Febri, dalam proses penyelidikan saksi dapat dimintai klarifikasi untuk mendapatkan informasi awal.

"KPK sebelumnya pernah menangani kasus tersebut, namun saat itu belum penyidikan. Di penyelidikan, saksi bisa dipanggil untuk mendapatkan informasi awal. kami cek lagi sejauh mana proses selanjutnya," ucap Febri.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memastikan penyelidikan kasus yang merugikan negara pada era Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri.

Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan, Rp 138,7 triliun dinyatakan merugikan negara.

Hal tersebut terjadi lantaran penggunaan dana talangan yang tidak jelas peruntukan dan pertanggungjawabannya.

(Baca: KPK Beberkan Kesulitan Lanjutkan Kasus BLBI dan Century)

Pada periode sebelumnya, lembaga antirasuah telah meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus ini.

Mereka yang didengarkan keterangannya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid, Rizal Ramli, mantan Menteri BUMN era Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi, dan Menteri Koordinator Perekonomian era Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

Menurut mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres 6/2002, selain mendapatkan masukan dari Menteri BUMN, Presiden Megawati juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan, Boediono, dan Menko Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

Surat keterangan lunas (SKL) sendiri berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya.

(Baca: Rachmawati: KPK Sigap Tangkap Ketua DPD, Kok BLBI Dibiarkan)

Hal itu berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, atau yang lebih dikenal dengan Inpres tentang release and discharge.

BLBI merupakan skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat krisis moneter tahun 1998.

Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Kompas TV HMI Desak KPK Usut Tuntas Kasus Century & BLBI

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com