Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Perubahan Pola Pikir

Kompas.com - 20/04/2017, 19:53 WIB

Kalah menang dalam pemilu bukanlah akhir dari segalanya seperti dalam perang. Sebab, pemilu tak lebih hanyalah sarana untuk menghitung jumlah pendukung atau pemilih bagi masing-masing kontestan. Seusai pemilu, kehidupan akan kembali seperti sebelumnya. 

Munculnya sedikit ketegangan sosial dan bahkan kekhawatiran serta rasa waswas akan terjadi kerusuhan sosial menjelang Pilkada DKI sama sekali bukan karena rakyat Jakarta belum siap berdemokrasi.

Akan tetapi, lebih karena kepentingan kelompok tertentu yang menunggangi agenda Pilkada DKI.

Ditilik dari agenda yang mereka gulirkan dan tokoh yang terlibat dalam upaya memanaskan suhu politik Jakarta tidak lepas dari rekayasa sosial untuk memunculkan kerusuhan sosial dengan target optimal jatuhnya pemerintahan Jokowi.

Karena hanya cara itulah, mereka bisa selamat dan lepas dari pertanggungjawaban hukum atas kejahatannya di masa lalu.

Kelompok lain yang berkepentingan adalah mereka yang hendak mengembangkan paham ”kilafah” untuk pada saatnya kelak mengganti dasar negara Pancasila.

Sinergi dua kepentingan menjadi efektif karena isu yang dikembangkan menyangkut keyakinan agama dan sentimen etnis yang terkait dengan kesenjangan yang begitu menganga yang nyata dan benar adanya.

Berebut menjadi pelayan rakyat

Pilkada DKI telah usai. Sepatutnya kita mengucapkan selamat kepada penduduk DKI yang telah berhasil memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan.

Kepada gubernur dan wakil gubernur DKI terpilih, kita ucapkan selamat bekerja, semoga saja kelak tidak ingkar terhadap kontrak sosial yang telah disampaikan dalam kampanye lalu.

Dalam demokrasi, para pejabat pemerintah sudah barang tentu mendapat upah dengan sebutan gaji atau upah dan juga fasilitas seperti kendaraan dan perumahan.

Kita juga tahu, di mana pun mereka yang menerima upah disebut pegawai, buruh, karyawan, atau panggilan lainnya yang tugasnya melayani majikan. Sebaliknya, mereka yang membayar upah disebut sebagai majikan, juragan, atau bos.

Dan, karena uang yang digunakan untuk membayar upah tersebut adalah dari pajak rakyat, maka di negara demokrasi rakyat diposisikan sebagaimana layaknya majikan.

Mereka dihargai atau dihormati oleh para pelayannya, tak peduli sebutan mereka adalah lurah, bupati, gubernur, menteri, anggota DPR, atau presiden sekalipun.  

Kesadaran bahwa dirinya tak lebih adalah pelayan rakyat bagi segenap pejabat negara, terutama bagi gubernur dan wakil gubernur terpilih DKI Jakarta, menjadi utama agar ke depan tidak ada lagi perlakuan kasar apalagi tidak senonoh oleh sang  pelayan terhadap majikannya, yaitu rakyat, siapa pun ia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com