Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

"Airmindedness", Cinta Dirgantara, Minat Keudaraan

Kompas.com - 18/04/2017, 13:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

 
Chappy Hakim (69), Marsekal (Purn) dan Kepala Staf TNI AU 2002-2005 juga menceritakan dengan lugas dan menarik bagaimana ia bisa mencintai dirgantara dalam bukunya "Saya Pengen Jadi Pilot" (-, 2011).

Ia sudah melontarkan keinginan menjadi seorang pilot dalam usia balita, ketika bicara pun masih belum banyak. Sebabnya, terlalu sering melihat pesawat terbang mengangkasa di atas langit rumahnya di Jalan Segara IV, Jakarta Pusat.

Ibundanya menangkap minat Chappy, dan ketika ia sedikit lebih tua, ibunya berusaha menjawab semua pertanyaan anaknya soal pesawat terbang. Majalah dan buku menjadi rujukan sang bunda.

Keinginan yang terus dipupuk membuat Chappy kecil hingga remaja selalu diliputi keinginan terbang. Kemudian, rasa ingin terbang ini tumbuh menjadi keinginan untuk menjaga dan membela wilayah dirgantara Indonesia tercinta karena ia masuk dan berkarier dalam TNI Angkatan Udara.

Saya mengutip epilog yang ditulis Chappy Hakim dalam bukunya itu, dengan sedikit menyingkatnya tanpa mengurangi maksud sebenarnya.

"Satu hal utama yang membuat saya menyenangi keudaraan, senang terbang, adalah dunianya yang sangat dinamis. Kemajuan teknologi di bidang penerbangan, akselerasinya paling tinggi. Lalu, setiap kali terbang, kita akan mengalami pengalaman yang selalu lain, selalu berbeda. Keindahan yang terpancar dari pemandangan terlihat, terhampar tanpa batas saat pesawat mulai menjelajah. Ini selalu mendatangkan kesejukan dan ketenteraman dalam batin. Kenangan itu teringat dan muncul kembali dalam pikiran. Tiada henti dan menimbulkan rasa tunduk dan kekaguman yang luar biasa pada Sang Maha Pencipta..."
(Chappy Hakim, Saya Pengen Jadi Pilot, 2011, hal 300-301).
 
Dua contoh ini rasanya menjadi jejak, bagaimana masa kanak-kanak adalah periode yang paling tepat untuk menumbuhkan minat dirgantara. Minat yang menjadi bagian dari cinta Tanah Air di kelak kemudian hari.   

Hari TNI AU, 9 April 2017

Jadi, jangan heran kalau saya begitu bangga menyaksikan banyaknya anak menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun ke-71TNI Angkatan Udara di Lanud Halim Perdanakusuma, 9 April lalu.

Kalau anak-anak sejak usia dini melihat angkatan udaranya sangat piawai bermanuver di udara seperti yang dilakukan The Jupiter Aerobatic Team TNI AU seperti ini, apakah mereka tidak bangga dan setia selalu pada Merah-Putih selama hidupnya?

Saya pernah bertanya pada almarhum Marsma TNI (Purn) dr. Raman Ramayana Saman, apa sebetulnya fungsi tim aerobatik pesawat tempur dalam sebuat Air Force?

Beliau bilang kurang lebih, bila suatu negara asing ingin mengancam wilayah keudaraan kita, maka mereka akan mundur, takut, ketika tahu dan melihat sendiri kemampuan kita bermanuver dengan pesawat tempur.

"Sebuah angkatan udara tanpa kemampuan mahir personel pesawat tempur, maka ia bukan Air Force, tetapi airline," kata almarhum.

Dokter Raman adalah seorang flight surgeon, Direktur Kesehatan AU dan penggagas kontainer medik udara. Pengalaman dan tugasnya membuat ia bergaul erat, mengikuti, melihat sendiri bagaimana sebuah tim akrobatik pesawat tempur TNI AU jatuh bangun dalam proses bisa tampil seperti ini.

Nyawa adalah taruhan bagi para penerbangnya yang harus mengambil keputusan dalam beberapa detik saja bila terjadi salah perhitungan sedikit saja. Jumlah penerbang tempur, termasuk penerbang tim akrobatik udara ini hanya 6-10 orang per angkatan.

Anak cucuku, insan dirgantara!

Ajaklah, pengaruhi anak-anak kita dengan sungguh-sungguh untuk mencintai tanah airnya lewat pintu mencintai dirgantara. Tanah air Indonesia dari Sabang sampai Merauke memang terdiri atas sepertiga daratan dan dua pertiga lautan.

Namun jangan lupa, satu bagian wilayah itu adalah udara yang harus kita jaga, pelihara, dan tentu saja cintai. Kini, negara mana yang menguasai keudaraannya, dialah yang menguasai diplomasi internasional.

Betul sekali yang selalu diulang-ulang Pak Chappy Hakim dalam setiap tulisannya, "Nenek moyangku orang pelaut, tetapi anak-cucuku insan dirgantara!"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com