Bulan April, bulan dirgantara. Bulan yang melekat dengan peringatan hari lahir yang ke-71 Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Pada bulan April inilah biasanya ketiga frasa yang saya jadikan judul di atas, mondar-mandir dalam pemberitaan media massa. Ketiganya bermakna setara.
Namun, adakah yang sudah mencoba melakukan sikap cinta dirgantara dan menumbuhkan minat keudaraan dalam keseharian? Sebetulnya sulitkah membangun rasa cinta dirgantara dan sekaligus rasa cinta Tanah Air ini? Bagaimana kita harus memulainya?
Mumpung bulan dirgantara sedang berlangsung, saya ingin mengajak untuk kembali membawa putra-putri kita ke Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta atau Lanud Adisutjipto Yogyakarta.
Pada sepanjang akhir minggu di bulan April ini, kita bisa menyaksikan berbagai pameran dan demonstrasi dirgantara, dan yang terbesar diberi nama Dirgantara Expo 2017. Begitu pula yang terjadi dalam peringatan bulan dirgantara di seluruh pangkalan militer TNI AU (Lanud) di seluruh Indonesia.
Marsekal TNI Hadiyan Sumintaatmaja, Wakil Kepala Staf TNI AU, menyebutkan, Dirgantara Expo 2017 yang dikemas dengan konsep museum interaktif dapat menjadi referensi tentang teknologi kedirgantaraan. Expo akan dilaksanakan 20-23 April 2017 di Apron Selatan Terminal Haji Lanud Halim Perdanakusuma.
Expo ini meliputi dinamic air show, static show, pameran alutsista, atraksi Paskhas TNI AU, hot air ballon, youth community event, bazar kuliner, Fun Run 5K dan 10K, dan display drumband Taruna AAU Gita Dirgantara.
Masa kanak-kanak, masa tepat menumbuhkan cinta dirgantara
Bapak AURI Soeriadi Suryadarma dalam tuturan istrinya, Utami Suryadarma--dalam "Saya, Soeriadi dan Tanah Air" (Yayasan Bung Karno, 2012)--diceritakan sebagai seorang remaja pecinta alam yang sering sekali menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di alam bebas.
Salah satu tempat tujuannya adalah sebuah lapangan terbang kecil tempat tentara udara Belanda berlatih dan memperbaiki pesawat-pesawat yang rusak. Lapangan udara itu adalah Lapangan Kalijati di Subang, yang namanya sekarang berubah menjadi Lanud Suryadarma.
Di sinilah ia memandangi berbagai jenis pesawat sambil membangun angan dan cita-citanya untuk suatu saat menjadi penerbang. Ini lebih dari berada di alam bebas seperti yang selama ini menjadi kegemarannya.
Ia sudah melontarkan keinginan menjadi seorang pilot dalam usia balita, ketika bicara pun masih belum banyak. Sebabnya, terlalu sering melihat pesawat terbang mengangkasa di atas langit rumahnya di Jalan Segara IV, Jakarta Pusat.
Ibundanya menangkap minat Chappy, dan ketika ia sedikit lebih tua, ibunya berusaha menjawab semua pertanyaan anaknya soal pesawat terbang. Majalah dan buku menjadi rujukan sang bunda.
Keinginan yang terus dipupuk membuat Chappy kecil hingga remaja selalu diliputi keinginan terbang. Kemudian, rasa ingin terbang ini tumbuh menjadi keinginan untuk menjaga dan membela wilayah dirgantara Indonesia tercinta karena ia masuk dan berkarier dalam TNI Angkatan Udara.
Saya mengutip epilog yang ditulis Chappy Hakim dalam bukunya itu, dengan sedikit menyingkatnya tanpa mengurangi maksud sebenarnya.
"Satu hal utama yang membuat saya menyenangi keudaraan, senang terbang, adalah dunianya yang sangat dinamis. Kemajuan teknologi di bidang penerbangan, akselerasinya paling tinggi. Lalu, setiap kali terbang, kita akan mengalami pengalaman yang selalu lain, selalu berbeda. Keindahan yang terpancar dari pemandangan terlihat, terhampar tanpa batas saat pesawat mulai menjelajah. Ini selalu mendatangkan kesejukan dan ketenteraman dalam batin. Kenangan itu teringat dan muncul kembali dalam pikiran. Tiada henti dan menimbulkan rasa tunduk dan kekaguman yang luar biasa pada Sang Maha Pencipta..."
(Chappy Hakim, Saya Pengen Jadi Pilot, 2011, hal 300-301).
Dua contoh ini rasanya menjadi jejak, bagaimana masa kanak-kanak adalah periode yang paling tepat untuk menumbuhkan minat dirgantara. Minat yang menjadi bagian dari cinta Tanah Air di kelak kemudian hari.
Hari TNI AU, 9 April 2017
Jadi, jangan heran kalau saya begitu bangga menyaksikan banyaknya anak menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun ke-71TNI Angkatan Udara di Lanud Halim Perdanakusuma, 9 April lalu.
Kalau anak-anak sejak usia dini melihat angkatan udaranya sangat piawai bermanuver di udara seperti yang dilakukan The Jupiter Aerobatic Team TNI AU seperti ini, apakah mereka tidak bangga dan setia selalu pada Merah-Putih selama hidupnya?
Saya pernah bertanya pada almarhum Marsma TNI (Purn) dr. Raman Ramayana Saman, apa sebetulnya fungsi tim aerobatik pesawat tempur dalam sebuat Air Force?
Beliau bilang kurang lebih, bila suatu negara asing ingin mengancam wilayah keudaraan kita, maka mereka akan mundur, takut, ketika tahu dan melihat sendiri kemampuan kita bermanuver dengan pesawat tempur.
"Sebuah angkatan udara tanpa kemampuan mahir personel pesawat tempur, maka ia bukan Air Force, tetapi airline," kata almarhum.
Dokter Raman adalah seorang flight surgeon, Direktur Kesehatan AU dan penggagas kontainer medik udara. Pengalaman dan tugasnya membuat ia bergaul erat, mengikuti, melihat sendiri bagaimana sebuah tim akrobatik pesawat tempur TNI AU jatuh bangun dalam proses bisa tampil seperti ini.
Nyawa adalah taruhan bagi para penerbangnya yang harus mengambil keputusan dalam beberapa detik saja bila terjadi salah perhitungan sedikit saja. Jumlah penerbang tempur, termasuk penerbang tim akrobatik udara ini hanya 6-10 orang per angkatan.
Anak cucuku, insan dirgantara!
Ajaklah, pengaruhi anak-anak kita dengan sungguh-sungguh untuk mencintai tanah airnya lewat pintu mencintai dirgantara. Tanah air Indonesia dari Sabang sampai Merauke memang terdiri atas sepertiga daratan dan dua pertiga lautan.
Namun jangan lupa, satu bagian wilayah itu adalah udara yang harus kita jaga, pelihara, dan tentu saja cintai. Kini, negara mana yang menguasai keudaraannya, dialah yang menguasai diplomasi internasional.
Betul sekali yang selalu diulang-ulang Pak Chappy Hakim dalam setiap tulisannya, "Nenek moyangku orang pelaut, tetapi anak-cucuku insan dirgantara!"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.