Sebelumnya, saya melihat rumah Novel tak henti-henti didatangi kerabat dan tetangga. Sejak padi hingga siang hari, saya berada di sana. Saya memberanikan diri untuk mengetuk pintu, dan membuka pagar.
Tiba-tiba, salah seorang penjaga, yang belakangan saya tahu berasal dari pengamanan internal KPK menegur saya. Ia menanyakan keperluan saya masuk.
Saya katakan, saya ingin bertamu. Tanpa menjawab panjang lagi, saya masuk. Kebetulan, saya menemui istri Novel, Rina Emilda, di dalam rumah.
Saya meminta maaf kepada petugas KPK seraya meminta izin untuk ngobrol sedikit dengan istri Novel. Emilda pun tak keberatan. Saya bersyukur. Ada sejumlah pertanyaan yang saya ajukan kepadanya, dalam wawancara dadakan itu.
“Mas Novel selalu berganti-ganti cara untuk mencapai ke kantor. Kenapa mbak?” tanya saya.
“Karena sudah merasa diintai,” ujar Emilda.
“Sejak kapan?” kembali saya bertanya.
“Mungkin lebih dari sebulan lalu,” jawar Emilda.
“Lebih dari sebulan lalu?” Tanya saya terkejut.
“Mas Novel, tidak selalu naik motor ke kantor. Kadang naik Uber, kadang Go-jek, kadang taksi, dan kadang menggunakan mobil sendiri. Itu pun rutenya berubah-ubah. Tidak pernah sama setiap hari,” jelas Emilda.
“Mbak Emil enggak pernah meminta mas Novel berhenti dari KPK?”
“Tidak mas. Saya percaya, semua pekerjaan itu ada resikonya. Dan semua resiko itu, sudah ada dalam takdir Allah SWT,“ papar Emilda.
“Mbak Emil akan selalu menemani mas Novel demi pemberantasan korupsi di negeri ini, dalam kondisi apapun dan dalam resiko apapun?” tanya saya.
“Iya,” jawab istri Novel Baswedan ini tanpa keraguan.
Serangan keenam