JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksektutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menekankan perlunya regulasi yang mengatur perlindungan terhadap penegak hukum.
Ia mengambil contoh peristiwa yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. Novel disiram diduga air keras di bagian wajah oleh orang tak dikenal.
"Kasus Novel ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan yang mengatur mengenai perlindungan bagi penegak hukum dan keluarganya dalam kasus-kasus tertentu," ujar Supriyadi melalui keterangan tertulis, Selasa (11/4/2017).
Sebab, selalu ada kemungkinan potensi ancaman kekerasan terkait dengan perkara yang ditangani.
(Baca: Polisi Cari CCTV untuk Ungkap Penyerang Novel Baswedan)
Perlindungan tersebut, kata Supriyadi, minimal mencakup perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas, dan pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan.
Termasuk pemberian keterangan tanpa bertatap muka dengan tersangka.
"Seluruh perlindungan ini harus diberikan secara optimal termasuk pada keluarga aparat penegak hukum yang bersangkutan," kata Supriyadi.
Kekerasan terhadap penegak hukum beberapa kali terjadi sebelum Novel.
Pada 26 Mei 2004 silam, Jaksa Ferry Silalahi ditembak mati oleh orang yang terkait dengan perkara terorisme yang sedang ditanganinya.
Kemudian, pada 26 Juli 2001, terjadi pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafiudin Kartasasmita yang juga terbukti terkait dengan perkara yang ditanganinya.
Atas peristiwa itu, ICJR mengecam keras tindakan kekerasan yang bertujuan untuk melemahkan kerja aparat penegakan hukum.
Supriyadi mengatakan, dari segi regulasi, saat ini perlindungan bagi penegak yang berpotensi mengalami ancaman kekerasan terkait dengan perkara yang ditanganinya hanya diatur dalam undang-undang terorisme.
(Baca: Perawatan Novel Baswedan Akan Dipindah ke Jakarta Eye Center)
Perlindungan itu juga diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme.
Selebihnya dalam tataran peraturan perundang-undangan, belum ditemukan bentuk regulasi perlindungan untuk penegak hukum yang menghadapi risiko ancaman tinggi, seperti kejahatan terorganisasi.
"Termasuk tindak pidana korupsi," kata dia.
Supriyadi mengatakan, di satu sisi, tak menutup kemungkinan masing-masing instansi penegak hukum membuat prosedur khusus terhadap personel mereka dalam menghadapi ancaman terkait penanganan perkara.
"Namun, hal ini menimbulkan kelemahan, karena tidak memiliki basis kebijakan yang kuat sehingga dari aspek pembiayaan dipastikan akan menjadi permasalahan," kata Supriyadi.
Tanpa adanya aspek pembiayaan, menurut Supriyadi, akan menimbulkan problem implementasi dan koordinasi serta jangkauan perlindungan yang terbatas.
(Baca: Begini Kondisi Lokasi Penyiraman Cairan Diduga Air Keras terhadap Novel Baswedan)
Supriyadi juga menyorot mendesaknya pembahasan kebutuhan pengamanan bagi aparat penegak hukum dalam proses peradilan.
"Mengingat kredibilitas penanganan dalam pengungkapan kasus-kasus penting yang dalam kenyataannya merugikan keuangan negara atau menyangkut kepentingan masyarakat umum dipertaruhkan, maka langkah konkret harus segera dijalankan oleh Pemerintah," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.