Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta-fakta Menarik dari Sidang Keenam E-KTP

Kompas.com - 07/04/2017, 07:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkara dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) memasuki persidangan keenam, Kamis (6/4/2017).

Sebanyak delapan saksi dihadirkan dalam persidangan itu. Mereka yang bersaksi adalah mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan anggota Komisi II Markus Nari, dan mantan sekretaris fraksi golkar Ade Komarudin.

Selain itu ada juga Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S. Sudiharjo, Direktur PT Quadra Solution Achmad Fauzi, Dudy Susanto dari PT Softob Technology Indonesia (STI), dan mantas staf Kemendagri, Suciati.

Pemeriksaan saksi dibedakan dalam tiga termin. Pada termin pertama, jaksa menghadirkan Anas dan Novanto.

Termin kedua giliran Markus dan Ade Komarudin. Sementara itu, Anang, Fauzi, Dudy, dan Suciati mendapat giliran di termin terakhir.

Dalam sidang, ada sejumlah fakta menarik yang menjadi sorotan. Berikut hal-hal menarik dalam sidang keenam perkara e-KTP:

1. Bantahan Setya Novanto

Setya Novanto membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Novanto mengaku tak mengetahui apa pun terkait pembagian uang kepada sejumlah anggota DPR.

"Saya tidak tahu, saya tidak pernah tahu," kata Novanto kepada majelis hakim.

Novanto mengaku hanya mengetahui bahwa proyek e-KTP merupakan program nasional yang sangat bermanfaat bagi data kependudukan masyarakat.

(Baca: 6 Bantahan Setya Novanto Saat Namanya Terseret Kasus E-KTP)

Novanto juga membantah menerima sejumlah uang dari proyek itu. Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima Rp 574,2 miliar.

"Itu tidak benar, saya yakin Yang Mulia," kata Novanto.

2. Anas Anggap Dituduhkan Cerita Fiksi dan Fitnah

Anas Urbaningrum disebut menerima uang dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar 500.000 dollar AS.

Uang itu kemudian digunakan dalam Kongres Partai Demokrat untuk pencalonan sebagai ketua umum partai.

KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Kemudian, Anas juga disebut menerima 11 persen dari anggaran poyek e-KTP, yakni sebesar Rp 574,2 miliar.

(Baca: Disebut Terima Duit Korupsi E-KTP, Anas Anggap Itu Fiksi dan Fitnah)

Setelah itu, Anas kembali mendapat uang dari Andi pada Oktober 2010 sebesar 3 juta dollar AS.

Pemberian uang berikutnya kepada Anas dilakukan sekitar Februari 2011 sebesar Rp 20 miliar.

Namun, Anas membantah adanya aliran uang e-KTP kepada dirinya maupun kongres partai.

"Kami ada sumber informasi yang mengatakan anda mendapatkan uang?" tanya hakim ketua Jhon Halasan Butar Butar.

"Itu bukan fakta, yang mulia. Itu keterangan fitnah. Itu fiksi dan fitnah," kata Anas.

3. Golkar dan Demokrat Dorong Proyek e-KTP

Setya Novanto mengakui partainya ikut mendorong terlaksananya proyek pengadaan e-KTP. Program tersebut bahkan menjadi program prioritas Partai Golkar.

"Kalau database kependudukan jadi prioritas. Ya sebaiknya harus dilaksanakan," ujar Novanto.

Dalam setiap rapat pleno di internal Fraksi, Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap yang juga anggota Fraksi Golkar menyampaikan adanya proyek e-KTP.

Saat itu Chairuman mengatakan kepada semua anggota Fraksi bahwa program nasional harus didukung, termasuk e-KTP.

(Baca: Setya Novanto Akui Golkar Ikut Mendorong Proyek E-KTP)

Sementara itu, Anas mengaku ada arahan dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendukung kebijakan pemerintah.

"Memang ada arahan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, presiden, setiap kebijakan pemerintah harus didukung Fraksi Demokrat dan partai koalisi," ujar Anas

4. Anas Seret Nama SBY

Anas beberapa kali menyeret nama SBY dalam kesaksiannya di persidangan. Pertama, ia menyebut adanya arahan SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat untuk mendukung e-KTP sebagai program pemerintah.

Saat itu, proyek e-KTP memang sedang digodok oleh Komisi II dan Kementerian Dalam Negeri.

"Memang ada arahan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, presiden, setiap kebijakan pemerintah harus didukung Fraksi Demokrat dan partai koalisi," kata Anas.

Kemudian, saat hakim menanyakan soal lobi-lobi anggaran di DPR RI, Anas membantahnya.

Menurut dia, saat itu tak ada waktu bagi partainya untuk membahas e-KTP. Pada akhir Oktober 2009, Demokrat disibukkan dengan munculnya usulan hak angket terkait skandal aliran dana Bank Century.

(Baca: Anas Urbaningrum Ungkap Arahan SBY Terkait Proyek E-KTP)

Anas mengungkit arahan SBY untuk menolak usulan hak angket tersebut.

"Karena itu adalah hal yang politis yang dianggap penting dan mengganggu produktivitas pemerintahan, kami dipanggil ketua dewan pembina, untuk konsentrasi bagaiaman usulan hak angket tidak disetujui DPR," kata Anas.

Setelah mendapat perintah itu, Fraksi Demokrat berjibaku melobi ke sana ke sini agar usulan hak angket dibatalkan.

(Baca: Kata Anas, SBY Pernah Minta F-PD Berupaya agar Usulan Angket Century Ditolak DPR)

 

Namun, dalam rapat paripurna, mereka kalah suara. Pada akhirnya, Partai Demokrat mendukung hak angket tersebut.

5. Kekhawatiran Akom Jika Novanto Terlibat

Ade Komarudin khawatir kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP akan menyeret Setya Novanto.

Yang dia takutkan, hal tersebut akan berdampak negatif terhadap partai Golkar. Akom mengaku pernah mengutarakan kekhawatirannya itu kepada ketua umum Partai Golkar yang saat itu masih menjabat, Aburizal Bakrie.

"Saya bilang, 'Saya berkeinginan Abang (Aburizal) mengingatkan, saya takut Pak Nov terlibat dalam masalah ini. Partai bisa bubar'," kata Ade.

(Baca: Ade Komarudin: Saya Takut Novanto Terlibat E-KTP, Partai Bisa Bubar)

Kekhawatiran tersebut muncul setelah media ramai-ramai membicarakan tentang kasus korupsi e-KTP.

KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Politisi Partai Golkar Ade Komarudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Menurut Ade, informasi yang ia terima menyebutkan bahwa aliran korupsi e-KTP juga mengalir ke Partai Golkar.

Ia kemudian mengkonfirmasi langsung ke Novanto soal itu. Novanto memastikan dirinya tidak terkait dalam kasus korupsi e-KTP.

"Suatu saat Pak Nov ke rumah saya, bicara banyak hal. Tapi, soal ini sempat dia bilang, 'Beh, kalau soal e-KTP aman, Beh'," kata Ade kepada majelis hakim.

(Baca: Ade Komarudin: Novanto Sempat Bilang 'soal E-KTP Aman, Beh')

Menurut Ade, pernyataan Novanto tersebut dapat dipahami bahwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tidak melibatkan Partai Golkar.

6. Adu Keterangan Markus Nari dan Dua Terdakwa

Markus Nari, membantah menerima uang sekitar Rp 4 miliar terkait proyek ini. Namun, menurut kedua terdakwa, Irman dan Sugiharto, Markus pernah meminta uang saat mendatangi kantornya di Kemendagri.

Irman kemudian meminta Sugiharto menyiapkan uang. Namun, Markus menyebut tujuannya datang ke Kemendagri untuk membicarakan program e-KTP.

(Baca: Meski Dibantah Markus Nari, Terdakwa E-KTP Yakin Beri Uang Rp 4 Miliar)

"Saat saya datang ke kantor Pak Irman itu, tidak pernah saya bicarakan uang untuk teman-teman. Saya fokus untuk program ini, makanya saya datang sama tim," kata Markus.

Bantahan Markus disambut Sugiharto. Menurut Sugiharto, ia sendiri yang menyerahkan langsung uang Rp 4 miliar ke tangan Markus Nari.

"Jadi, setelah disampaikan Pak Irman, segera saya tindaklanjuti. Saya sampaikan kepada Markus Rp 4 miliar di Senayan. Setelah itu saya serahkan langsung ke Pak Markus," kata Sugiharto.

Kompas TV Sidang lanjutan kasus korupsi KTP elektronik digelar pada hari ini (6/4).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com