Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Celah Penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa pada Kasus E-KTP

Kompas.com - 02/04/2017, 18:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Tranparency International Indonesia Jonni Oeyoen mengatakan, dari proses perencanaan sudah terlihat adanya penyimpangan dalam proyek pengadaan e-KTP.

Menurut dia, hampir seluruh tahapan pengadaan barang dan jasa bisa jadi celah kecurangan maupun korupsi.

"Ada pengadaan fiktif, sudah ditetapkan siapa pelaksananya. Jadi dari awal sudah mengarah pada sebuah tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur pengadaan," ujar Jonni dalam diskusi di Jakarta, Minggu (2/4/2017).

Menurut Jonni, tahapan pembentukan panitia lelang juga berpotensi disusupi kepentingan pihak tertentu.

Kecurangan dalam tahapan ini yaitu panitia tak dapat menjamin kesamaan dalam memperoleh informasi bagi semua peserta lelang. Jadi, ada keberpihakan panitia pada tender tertentu. Jangka waktunya pun cenderung singkat untuk memenuhi prasyarat lelang.

"Ini titik krusialnya, penentuan HPS (harga perkiraan sementara) seringkali tidak memenuhi kaidah penyusunan," kata Jonni.

HPS sedianya disusun oleh panitia berdasarkan harga satuan di pasaran. Namun, dalam kasus e-KTP, bukan panitia lelang yang menentukan HPS. Diduga ada tim lain di luar panitia yang menyusunnya.

"Ini terkait perencanaan awal sudah ada semacam skenario. Di awal saja sudah melibatkan salah satu pengusaha, dari Kemendagri dan Komisi II yang dilibatkan dalam proses penganggaran," kata Jonni.

Setelah penentuan HPS, tahapan berikutnya yaitu penjelasan soal lelang dan evaluasi penawaran. Dalam mekanisme yang menyimpang, ada kesan "pilih kasih" panitia terhadap peserta lelang.

Informasi utuh dan lengkap hanya diberikan kepada peserta tertentu. Evaluasi penawaran juga dilakukan tertutup tanpa pengecekan lapangan untuk syarat teknis dan administratif.

"Panitia harus berpatokan pada kriteria yang sudah ada di dokumen. Tapi dalam kasus e-KTP, ada penambahan kriteria," kata Jonni.

Tahapan selanjutnya yakni pengumuman pemenang lelang. Banyak dijumpai kasus diloloskannya perusahaan yang tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis karena adanya kongkalikong. Hal itu juga terjadi dalam kasus e-KTP.

Setelah itu, ada kesempatan bagi peserta lelang yang tak lolos untuk menyanggah. Dalam jangka waktu lima hari, panitia harus menjawab sanggahan tersebut.

"Kalau yang mengajukan sanggah masih tidak puas jawaban panitia, maka bisa ajukan sanggah banding. Di kasus e-KTP, sanggah-banding ini yang jadi pintu masuk teungkapnya kasus ini," kata Jonni.

"Yang diadukan panitia lelang, Penjabat pembuat komitmennya Irman (Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri) dan panitianya, Sugiharto," ujarnya.

Saat ini, kasus e-KTP tengah bergulir di persidangan. Irman dan Sugiharto duduk di kursi terdakwa. Selain itu, KPK juga menetapkan pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka.

Kompas TV KPK Lanjut Dalami Kasus Megakorupsi E-KTP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com