Apakah yang dikehendaki Presiden Jokowi melalui pernyataan Djumala ini memang kembali lahirnya caci maki, tuduhan negatif yang kejam (negative accusation) yang mengarah fitnah (slander) kepada Presiden SBY seperti yang sejak tadi malam telah ramai di media sosial?
Kalau jawabannya tidak, Istana harus segera bertindak memberikan klarifikasi meluruskan hal ini. Dan, secepatnya menjatuhkan sanksi kepada Djumala selaku Kepala Sekretariat Presiden. Karena kalau dibiarkan, Presiden Jokowi dapat disimpulkan merestui tindakan Djumala ini.
"Mobil Mercy S600 Guard yang mogok saat dipakai Presiden Joko Widodo di Mempawah kemarin merupakan buatan tahun 2007," demikian kata Djumala dalam pernyatannya ke media.
Hal ini berarti sama dengan yang dipakai oleh Pak SBY juga. Dapat dilihat dari SMS klarifikasi beliau tadi malam pukul 22.00, di poin 3 berbunyi, "... karenanya, ketika setelah 20 Oktober 2014 dulu, mobil yang telah 7 tahun saya gunakan itu diantar & diserahkan ke rumah saya."
Dari kalimat di atas, "Setelah 2014, mobil itu telah 7 tahun saya pakai," berarti mobil tersebut dipakai pertama kali tahun 2007.
Inilah fakta. Mobil yang dipakai oleh Pak SBY tidaklah lebih baik atau tahunnya lebih muda dari yang dipakai oleh Presiden Jokowi. Mobil tersebut sama-sama tahun pembuatan 2007.
Jadi, tidak benar asumsi atau tuduhan yang menyatakan, mobil yang dipakai pak SBY "tahunnya lebih muda" sehingga lebih baik dari yang dipakai oleh Presiden Jokowi.
Mobil tersebut pun kini gampang rusak, sebagaimana juga disampaikan Pak SBY di poin 4 klarifikasinya, "... terakhir kali saya naiki bulan September 2016 (6 bulan lalu) dan waktu itu baru saya gunakan sekitar 20 menit langsung rusak. Mobil tersebut kini berusia 10 tahun & mudah sekali mengalami gangguan." Apalagi, perawatan mobil ini tentu tidak seintens dan seterjadwal mobil milik Presiden Jokowi yang sedang menjabat.
Terkait "penguasaan" dan penggunaan mobil Mercedes S600 Guard tersebut oleh Pak SBY, apakah ilegal dan melanggar hukum? Ini juga menjadi isu yang memojokkan Pak SBY.
Di sinilah satu lagi sesat pikirnya Djumala ini selaku Kepala Sekretariat Presiden. Bukankah harusnya Djumala merujuk setiap pernyataannya kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978? Ini sebuah UU yang sudah "sangat tua", telah berlaku 39 tahun.
Sebagai pegawai "senior" di Sekretariat Negara, Djumala harusnya paham dan menguasai betul UU ini. Karena, UU ini juga telah berlaku untuk lima mantan Presiden mulai mantan Presiden Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, dan SBY.
Pasal 8 huruf (b) UU No 7/1978 ini imperatif menyatakan bahwa kepada bekas Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya masing-masing disediakan sebuah kendaraan milik negara dengan pengemudinya.
Terkait perintah Pasal 8 huruf (b) di atas, sudahkah pemerintah hari ini (cq Presiden Jokowi) menjalankan kewajibannya kepada mantan Presiden SBY? Jawab dulu pertanyaan ini secara tuntas, baru masuk ke hal lain.