JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, masih tingginya tingkat korupsi di legislatif karena masih adanya masalah dalam pembiayaan kegiatan parpol.
Hal itu disampaikan Donal menanggapi banyaknya nama anggota DPR yang disebut menerima aliran dana korupsi E-KTP.
"Selama ini yang biayai partai konglomerat yang punya kepentingan pada partai. Negara dengan subsidi Rp 108 per kursi yang total jumlahnya Rp 13 miliar per tahun untuk semua partai itu kecil," kata Donal saat dihubungi, Jumat (10/3/2017).
"Maka kemudian mereka cari cara untuk hidupi parpol. Yang paling instan korupsi anggaran," lanjut Donal.
(baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)
Karena itu, ia menyarankan agar negara turut andil dalam membenahi persoalan pembiayaan partai politik.
Sebab partai politik dalam negara demokrasi merupakan elemen penting untuk menjaga keberlangsungan demokrasi.
Salah satunya melalui peningkatan subsidi kepada partai politik sehingga mereka tidak mencari sumber dana secara liar melalui korupsi anggaran negara.
(baca: Siapa Penerima "Fee" Terbesar dari Kasus Korupsi E-KTP?)
Sebab, sering kali ketika hendak mengadakan musyawarah nasional, partai membutuhkan dana yang besar lantas mencarinya dari anggaran negara yang bisa dikorupsi.
"Jadi dengan adanya subsidi yang lebih besar dari negara mereka enggak akan dagang dan ngutip sana-sini lagi," tutur Donal.
Hanya, ia mengingatkan, peningkatan subsidi kepada partai politik harus diikuti dengan peningkatan akuntabilitas dan transparansi dalam mengelola anggaran partai.
(baca: Para Pimpinan Golkar Terseret Kasus E-KTP, Yorrys Sebut Menyedihkan)
Sehingga dana yang begitu besar dari negara bisa tepat sasaran dan tidak kembali dikorupsi oleh pengurus partai.
"Selain itu perlu disertai dengan sanksi yang tegas, sehingga bila ada korupsi, bisa sampai mengadili partai secara lembaga, bukan hanya kader perorangan," lanjut dia.
Dakwaan dugaan korupsi megaproyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (e-KTP), sejumlah anggota Komisi II DPR RI disebut menerima fee dari proyek tersebut.
Ada 14 anggota Komisi II yang mendapatkan jatah dari proyek itu dengan jumlah beragam.
Namun, dalam dakwaan tidak disebutkan siapa saja 37 orang lainnya tersebut.
Sementara itu, diketahui jumlah anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 sebanyak 50 orang ditambah satu ketua.
Selama penyidikan kasus ini, setidaknya ada 23 anggota DPR yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. Dari jumlah tersebut, hanya 15 anggota DPR yang memenuhi panggilan penyidik KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.