JAKARTA, KOMPAS.com - Akhirnya, Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan keduanya sudah ditunggu-tunggu sejak lama.
Pertemuan keduanya berlangsung di Istana Merdeka, Kamis (9/3/2017) kemarin. Keduanya duduk bersama, dengan wajah gembira, dan dalam sorotan kamera.
Pada waktu yang sama, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, sedang berlangsung pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Jaksa menyebutkan sejumlah nama-nama anggota Komisi II DPR RI yang menerima uang berjumlah ribuan dollar Amerika Serikat.
Berikut 5 berita Kompas.com yang layak anda ketahui terkait dua peristiwa di atas:
1. Jokowi Bertemu SBY di Istana Pukul 12.00 WIB
Presiden Joko Widodo akan menerima Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyonodi Istana, Jakarta, pada Kamis (9/3/2017) siang ini.
Pertemuan ini atas permintaan yang diajukan SBY.
"Pak SBY meminta bertemu pak Jokowi dan diterima siang ini oleh pak Jokowi," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi kepada Kompas.com, Kamis siang.
Menurut Johan, pertemuan akan dimulai pukul 12.00 WIB.
Dalam jumpa pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (1/2/2017), SBY mengaku ingin bertemu dengan Jokowi.
SBY merasa perlu bertemu untuk membicarakan banyak hal terkait berbagai isu, terutama soal tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya.
Selengkapnya, silakan diklik link di sini.
2. Cerita di Balik Pertemuan SBY-Jokowi
Pertemuan kedua tokoh yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama itu baru terjadi pada Kamis (9/3/2017) siang di Istana Merdeka, Jakarta.
Staf Khusus Presiden Johan Budi mengatakan, pertemuan SBY-Jokowi ini terselenggara atas permintaan SBY.
"Pak SBY meminta bertemu Pak Jokowi dan diterima siang ini oleh Pak Jokowi," kata Johan sebelum pertemuan.
Sementara, Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan, permintaan SBY untuk bertemu Jokowi diajukan pada Selasa (7/3/2017) lalu.
Permintaan disampaikan oleh Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan, ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Pada 7 Maret, Pak Hinca Sekjen Demokrat hubungi Mensesneg yang waktu itu sedang mengurusi IORA. Pak Hinca menyampaikan bahwa Pak SBY ingin bersilaturahmi," kata Bey.
Jokowi pun dengan senang hati menerima permintaan SBY untuk bertemu.
Mau tahu berita lengkapnya? diklik ya yang ini...
3. Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP
Jumlah "fee" yang diterima beragam mulai dari miliaran hingga ratusan juta untuk memuluskan penganggaran proyek e-KTPsenilai Rp 5,9 triliun itu.
Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/3/2017), mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendapat bagian paling besar yakni 5,5 juta dollar AS atau setara Rp 53,35 miliar.
Selanjutnya, suap dalam jumlah besar juga diiterima oleh Gamawan Fauzi yang saat itu menjadi Menteri Dalam Negeri. Gamawan disebut menerima 4,5 juta dollar dan Rp 50 juta. Total uang yang diterima Gamawan adalah Rp 43,7 miliar.
Siapa saja nama-nama penerimanya, silakan di klik ya link ini.
4. Uang Korupsi E-KTP Digunakan untuk Biaya Akomodasi Kongres Partai Demokrat
Salah satunya, uang korupsi digunakan untuk kepentingan Partai Demokrat.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
Dalam kasus ini, uang untuk Partai Demokrat diterima melalui Anas Urbaningrum.
Uang itu berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang ditunjuk langsung untuk mengerjakan proyek e-KTP.
Selengkapnya bisa dibaca di sini.
5. Sidang Korupsi E-KTP Tuai Protes dan Bantahan dari Politisi, KPK Pantang Mundur
Sidang perdana kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) menimbulkan beragam reaksi dari sejumlah pihak yang namanya disebutkan dalam dakwaan.
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 Marzuki Alie tidak terima namanya disebut menerima uang sebesar Rp 20 miliar. Marzuki berencana melapor ke kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, aksi dan reaksi yang muncul pasca persidangan merupakan hal yang biasa.
"Saya menyebut nama anda mislanya, anda marah. Terus yang marah ke penegak hukum ya bukan begitu. Kalau dalam persidangan disebut kan boleh saja. Tapi kan nanti bagaimana kita bisa buktikan," kata Saut di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
(Baca: Uang Proyek e-KTP Disebut Akan Mengalir ke Sejumlah Partai)
Saut menuturkan, bila nama seseorang disebut dalam persidangan, akan terjadi pembuktian dari para saksi yang dimintai keterangan dalam persidangan. Klarifikasi dari saksi tidak hanya dilakukan satu kali.
Berita lengkap KPK siap membuktikan, silakan kursor mouse ditujukan ke link ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.