Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Pengungkapan Skandal Korupsi E-KTP

Kompas.com - 07/03/2017, 06:33 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

Kompas TV Kasus korupsi e-KTP tak hanya mengungkap kerugian negara dalam jumlah besar. Namun, juga melibatkan sejumlah nama besar. Seperti apa perjalanan kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini? Serta bagaimana reaksi partai yang nama kadernya disebut?

KPK belum mengungkap secara detil nama-nama pejabat, termasuk siapa saja anggota DPR yang bersikap kooperatif dan menyerahkan uang ke KPK.

Namun, selama penyidikan kasus ini, setidaknya ada 23 anggota DPR yang dipanggil untuk diperiksa.

Dari jumlah tersebut, hanya 15 anggota DPR yang memenuhi panggilan penyidik KPK.

Empat di antaranya merupakan mantan pimpinan Komisi II DPR. Mereka adalah, politisi Partai Golkar Chairuman Harahap, dan politisi Partai Demokrat Taufiq Effendi.

Taufiq pernah menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

(Baca: Kasus E-KTP Libatkan Nama Besar, KPK Harap Tak Ada Guncangan Politik)

Selain itu, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno, dan politisi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo.

Saat ini, Ganjar menjabat Gubernur Jawa Tengah.

Anggota Fraksi Partai Golkar lainnya yang pernah diperiksa KPK yakni, Agun Gunandjar Sudarsa, dan Setya Novanto yang kini menjabat sebagai Ketua DPR RI.

Selain itu, Melchias Marukus Mekeng, yang saat ini mendaftar sebagai calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Nama lainnya, Markus Nari dan mantan Ketua DPR dari Partai Golkar Ade Komaruddin.

Kemudian, anggota Fraksi PDI Perjuangan yang pernah diperiksa KPK yaitu, Arief Wibowo dan Olly Dondokambey, yang kini menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Demokrat yang pernah diperiksa KPK adalah Mohammad Jafar Hafsah dan Mirwan Amir.

Saat pembahasan proyek e-KTP, Mirwan merupakan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR.

KPK juga memeriksa anggota Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu.

Dari Fraksi Partai Hanura, KPK telah memeriksa mantan anggota Komisi II DPR, Djamal Aziz.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga pernah dua kali dipanggil untuk diperiksa penyidik KPK.

Namun, Laoly berhalangan dalam dua kali pemanggilan itu.

Dalam kasus ini, KPK juga pernah memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, dan mantan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo.

"Bahwa ada pihak lain yang juga diduga menerima uang dalam jumlah  lebih besar, dan tidak bersikap kooperatif, kami memiliki bukti-bukti dan kami akan sampaikan nanti mulai dari proses dakwaan," kata Febri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com