Biasanya panci yang digunakan yakni panci presto yang bertekanan tinggi. Bahan-bahannya pun menggunakan alat keseharian yang mudah didapatkan.
"Mereka anggap bom panci lebih simple, tapi tujuan melakukan teror tercapai," kata Boy.
Modus yang sama dilakukan Yayat Cahdiyat, pelaku bom teror di Kelurahan Arjuna, Kota Bandung.
(Baca: Panci hingga Gulungan Kabel Ditemukan di Kontrakan Pelaku Bom Bandung)
Ia merakit sendiri bom panci itu untuk diledakkan di Taman Pandawa, Kelurahan Arjuna. Setelah bom meledak, ia kabur ke kantor kelurahan dan terjadi baku tembak dengan Densus 88.
Yayat tewas setelah dilumpuhkan petugas dengan tembakan di bagian dada.
"Dari olah TKP, ada beberapa kesamaan dengan ledakan di negara-negara tersebut," kata Boy.
Di Indonesia, bom panci sudah beberapa kali digunakan untuk menebar teror.
Bom panci Tasikmalaya
Bom rakitan dengan wadah panci berdiameter 25 sentimeter dengan tinggi 15 sentimeter meledak di halaman Markas Polsek Rajapolah, Tasikmalaya, pada Juli 2013.
Dua pelaku ditangkap hidup-hidup, sementara dua lainnya tewas ditembak Densus 88. Dalam bom tersebut ditemukan sejumlah benda seperti gotri, paku payung, dan serbuk kuning.
Selain itu, ditemukan juga sejumlah kabel dan sebuah telepon genggam yang diduga dipakai sebagai alat pemicu bom. Jenis ledakan bomnya low explosive.
(Baca: Bom Rakitan di Tasikmalaya Berbentuk Bom Panci)
Serpihan bom tersebut tersebar hingga jarak 50 meter. Sebelum meledak, bom yang dibungkus keresek hitam itu disimpan dua pria di dekat dinding kantor Polsek Rajapolah.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, namun suara ledakan terdengar cukup keras.