Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Sosial, Penyebaran "Hoax", dan Budaya Berbagi...

Kompas.com - 14/02/2017, 09:05 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi. Dibarengi dengan perkembangan teknologi digital yang penetrasinya hingga berbagai kalangan, peredaran informasi menjadi kian sulit terbendung.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebutkan, sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal satu ponsel atau setidaknya satu SIM card.

Dengan demikian, mereka bisa berbagi informasi dengan cepat. Media sosial dan aplikasi pengirim pesat cepat (chat apps) menjadi media favorit.

Namun, rupanya hal ini menimbulkan suatu polemik baru. Informasi benar dan salah menjadi campur aduk.

"Bangsa Indonesia pada umumnya senang menjadi nomor satu. Jadi, kalau melemparkan isu ingin dianggap yang pertama. Buktinya, kirim lewat WA, Facebook, Twitter, dan sebagainya," ujar Rudiantara dalam sebuah acara diskusi, Senin (13/2/2017).

Edukasi

Isu soal hoax, kata Rudiantara, tak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi menjadi isu global. Penyelesaian terhadap maraknya hoax juga tak melulu harus diselesaikan pemerintah, tetapi bisa mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.

Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar, seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan beragam informasi.

Terkait regulasi, peredaran informasi agar tidak "liar" dapat dilakukan sesuai koridor Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media massa.

Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Namun, kata Rudiantara, kini pemerintah fokus pada "hulu". Bukan hanya pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat.

"Kami meng-encourage (mendorong), mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika bagaimana memanfaatkan media sosial," ujar dia.

Masyarakat diharapkan lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial. Misalnya, memastikan terlebih dahulu akurasi konten yang akan dibagikan, mengklarifikasi kebenarannya, memastikan manfaatnya, baru kemudian menyebarkannya.

Interaksi di media sosial, kata dia, adalah hal yang tak bisa dicegah dan dibendung. Pembatasan dalam penggunaan media sosial sama saja dengan membatasi masuknya hal-hal positif.

Sebab, media sosial di sisi lain juga membawa banyak dampak positif.

"Contohnya ibu-ibu yang suka masak, membagikan foto hasil masakannya di Facebook, kasih tahu harganya. Masih banyak yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal positif," tutur Rudiantara.

Perubahan pola

Hal serupa diungkapkan pengamat media sosial, Nukman Luthfie. Menurut dia, pada era saat masyarakat sulit membedakan informasi yang benar dan salah, hal terpenting adalah meningkatkan literasi media dan literasi media sosial.

Sebab, penyebaran informasi hoax juga dapat dilakukan oleh mereka yang terpelajar.

"Pengguna mobile phone, ketika ada berita lewat Twitter, Facebook, WhatsApp, hanya lihat judul kemudian disebarkan. Ini fakta, karakter yang menarik dan tidak pernah terjadi sebelumnya," tutur Nukman pada kesempatan yang sama.

Selain kebiasaan berbagi secara cepat, pola baca masyarakat juga berubah total. Jika membaca buku halaman berapa, dan koran alinea berapa, pembaca berita online cenderung membaca secara cepat.

Hal itu didukung dengan format berita daring. Portal berita yang paling banyak dibaca adalah yang hanya terdiri dari beberapa alinea, bahkan penyajiannya cenderung tak lengkap dalam satu berita.

Untuk mendapatkan informasi lengkap, pembaca dipaksa untuk membaca lebih dari satu berita.

"Banyak hoax menyebar luas adalah utamanya, bahkan orang terpelajar pun tidak bisa bedakan mana berita yang benar, advertorial dan hoax. Mereka menyebarkan apa pun yang mereka suka. Suka dulu, enggak perlu betul," tutur Nukman.

Permasalahan saat ini, kata dia, informasi hoax telah memecah belah publik. Misalnya, jika dikaitkan dengan momentum pilkada, publik terbelah menjadi kubu-kubu yang keras.

Hal itu diperparah dengan kondisi bahwa sejumlah media massa sudah berpihak kepada satu pihak sehingga kepercayaan masyarakat pada media mainstream sudah luntur.

"Ini bahaya. Makanya, selalu muncul, setiap kita terima berita, nomor satu adalah kembali kepada manusianya," kata Nukman.

"Jika jempolmu sudah kepengin banget share, tunggu dulu. Ada proses untuk verifikasi, mengunyah. Jangan telan dulu. Cuma, itu susah sekali pada saat mereka enggak bisa bedakan hoax dan bukan, harapan tinggal kepada media mainstream," ujar alumnus Universitas Gadjah Mada itu.

(Baca juga: Riuhnya Media Sosial dan Berita "Hoax", Ini Kata Jokowi...)

Cek sumber

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengimbau masyarakat untuk menyelidiki benar atau tidak informasi yang akan dibagikannya. Jika tidak benar, memuat fitnah, hingga anjuran kekerasan, informasi itu tak perlu disebarkan.

"Kalau sumber tidak jelas, tidak terverfikasi, tidak masuk akal, tidak bermanfaat, tidak usah disebarkan," kata pria yang akrab disapa Stanley itu.

Ia juga mengimbau agar media massa tetap mengedepankan kompetensi dan independensi, sekalipun berafiliasi dengan kepentingan tertentu.

"Media boleh diperjualbelikan, pemilik silih berganti, tetapi news room harus dipimpin orang yang kompeten dan mengabdi kepada publik," tuturnya.

(Baca juga: Media Arus Utama Harus Jadi Rujukan)

Dewan Pers kemudian menerapkan verifikasi media dengan memberikan QR code. Empat hal disepakati sebagai pedoman pers, yaitu standar perusahaan pers, kompetensi wartawan, kesejahteraan wartawan, dan perlindungan wartawan.

Dengan verifikasi tersebut, Dewan Pers akan memastikan bahwa produk-produk pers yang ada adalah produk berbadan hukum dan dibuat oleh pihak-pihak yang berkompetensi.

"QR code adalah kode khusus, bisa difoto dengan smartphone, foto itu akan ada data URL di Dewan Pers. Nama media, nomor verifikasi, pemimpin redaksi, penanggung jawab, alamat media, contact person," tutur Stanley.

"Supaya orang yang dirugikan oleh pemberitaan itu bisa mengadu kepada media yang bersangkutan. Bisa cek media ini benar atau tidak," kata dia.

Kompas TV Saring Sebelum Sharing Untuk Cegah Hoax- Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com