Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Disurati agar Segera Nonaktifkan Ahok

Kompas.com - 13/02/2017, 16:13 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesatuan Aksi Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam menyurati Presiden Joko Widodo agar segera memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Surat terbuka itu dikirim ke Sekretariat Negara, Senin (13/2/2017) siang ini.

Surat tersebut memuat tiga poin. Pertama bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan semua warga negara tanpa terkecuali sama kedudukannya di depan hukum dan perundang-undangan, sebagaimana yang tercantum di dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat (1).

Kedua, surat itu menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia telah bersumpah dan berjanji menegakkan aturan perundang-undangan sebagaimana yang tercantum di dalam UUD 1945 pasal 9 ayat (1).

(baca: Ahok Kembali Jabat Gubernur DKI, 4 Fraksi DPR Setuju Hak Angket)

Ketiga, surat itu mengutip pasal 83 ayat 1 dan 3 Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, yang telah mengatur secara jelas dan tegas mengenai pemberhentian sementara seorang kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai terdakwa.

Oleh karena itu, pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI dianggap pelanggaran yang nyata terhadap UUD 1945 dan UU.

"Demi tegaknya NRKI sebagai negara hukum, dengan ini kami mendesak Presiden RI untuk memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta," demikian bunyi pesan dalam surat tersebut.

Surat itu ditandatangi oleh MS Kaban dan Ahmad Doli Kurnia.

 

(baca: F-Golkar Anggap Ahok Sah Kembali Aktif Jadi Gubernur DKI)

Doli mengatakan, surat itu sebenarnya hendak disampaikan langsung kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno atau Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Namun, keduanya berhalangan sehingga surat langsung diantarkan ke staf Sekretariat Negara.

Selain ke Jokowi, surat juga ditembuskan ke Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Konstitusi dan Ketua Ombudsman.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.

Namun, pemberhentian sementara itu berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun.

Dalam Pasal 83 disebutkan "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."

 

(baca: Kata Mendagri, Pemberhentian Sementara Ahok Tunggu Tuntutan Jaksa)

Saat ini, Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Kemendagri beralasan, karena dakwaannya alternatif dengan ancaman hukuman kedua pasal bukan minimal lima tahun penjara, maka Ahok tidak diberhentikan sementara.

Kemendagri akan menonaktifkan Ahok jika jaksa penuntut umum nantinya menuntut lima tahun penjara.

"Kan sudah saya bilang, itu ancaman lima tahun penjaranya dakwaan alternatif. Mas dan Mbak cek aja di semua pengadilan soal kepala daerah yang saya berhentikan, apa ada yang dakwaan alternatif?" papar Mendagri Tjahjo Kumolo, di Kompleks Parlemen.

Jika tuntutan Ahok nantinya di bawah lima tahun penjara, Ahok tetap menjabat hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Terlebih lagi, saat ini Ahok tidak dalam posisi sebagai tahanan. Jika nantinya ada keputusan ditahan, Ahok langsung diberhentikan sementara.

Pemberhentian sementara juga langsung dilakukan terhadap kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan korupsi.

"Kasus OTT narkoba juga, begitu ada hasil BNN positif, langsung diberhentikan," kata Tjahjo.

(baca: Apa yang Segera Dilakukan Ahok Setelah Aktif Lagi Jadi Gubernur DKI?)

Kemudian, jika hakim menjatuhkan vonis bebas, maka akan dikembalikan dalam jabatannya.

Kasus serupa tak hanya terjadi terhadap Ahok. Sebelumnya, kata Tjahjo, dia juga memutuskan hal yang sama terhadap Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Banten, Gubernur Riau, Gubernur Gorontalo, dan kepala derah lainnya yang terjerat kasus hukum.

"Misal, Gubernur Gorontalo sebagai terdakwa, tuntutan jaksa di bawah lima tahun, dan tidak ditahan, maka tetap menjabat sampai keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," kata Tjahjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com