Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhan dan Panglima TNI Sama-sama Tak Tahu soal Pembelian Heli AW101

Kompas.com - 06/02/2017, 23:22 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sama-sama mengaku tidak tahu soal pembelian helikopter AgustaWestland AW101.

Menhan menuturkan, AW101 pada awalnya dipesan untuk helikopter kepresidenan sehingga dibeli melalui Sekretariat Negara.

"Itu dulu (dibeli untuk) pesawat kepresidenan. Pesawat presiden itu melalui Setneg. Uangnya dari Setneg. Jadi Menteri Pertahanan enggak tahu apa-apa," ujar Ryamizard seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2/2017).

Presiden Joko Widodo pada Desember 2015 lalu telah menolak usulan TNI Angkatan Udara terkait pengadaan helikopter VVIP jenis AgustaWestland AW101.

Menurut dia, pembelian helikopter VVIP itu terlalu mahal di tengah kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya bangkit.

Satu tahun berselang, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski pernah mendapat penolakan dari Presiden.

(Baca: TNI AU Tetap Beli Heli AgustaWestland AW101)

Pada 27 Desember 2016, Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna menuturkan bahwa penolakan oleh Presiden berkaitan dengan pembelian AW101 untuk VVIP. Sementara itu, yang dibeli pada akhir 2016 itu adalah untuk pasukan dan SAR tempur.

Namun, Ryamizard menegaskan bahwa pesawat tersebut tetap melalui Setneg karena diperuntukkan sebagai pesawat kepresidenan.

"(Pembelian) bukan melalui Kemenhan, melalui Kemenkeu (Kementerian Keuangan). Karena Kemenkeu memfasilitasi kalau Kepresidenan langsung ke Setneg, Jadi waktu kerja (beli), Panglima enggak tahu, saya juga enggak tahu. Setneg yang tahu," kata Ryamizard.

(Baca juga: Kehebohan Helikopter AgustaWestland AW101)

Sementara itu, Panglima TNI juga mengaku tidak tahu soal pembelian helikopter itu. Ia menyinggung adanya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 yang mengurangi kewenangannya sebagai Panglima TNI.

"Saya tidak mengatur anggaran AU berapa, AD berapa, AL berapa. Anggaran langsung tanggung jawab ke Kemenhan, tidak melalui Panglima," ujar Gatot.

"Dengan demikian, Panglima sulit bertanggung jawab dalam pengendalian terhadap tujuan sasaran penggunaan anggaran TNI, termasuk angkatan," kata dia.

Dengan kondisi itu, Gatot mengaku sulit mengendalikan penggunaan anggaran TNI. Padahal, pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijelaskan bahwa TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan (Kemenhan).

Meski begitu, TNI bukanlah bagian dari unit operasional Kemenhan. Sebab, lanjut Gatot, pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa TNI terdiri dari AD, AL, dan AU yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.

"Saya buka ini seharusnya sejak 2015 tapi berkaitan dengan saya, saya buka ini untuk menyiapkan adik-adik saya. Karena saya mungkin besok bisa diganti, paling lambat Maret saya harus diganti. Kalau ini terjadi terus, maka kewenangan di bawah Panglima TNI tidak ada," ujar Gatot.

"Kita pernah mengalami bagaimana helikopter AW101 sama sekali TNI tidak tahu," ucap Gatot.

(Baca juga: Merasa Akan Diganti, Panglima TNI Buka-bukaan soal Polemik AW101)

Kompas TV Presiden Ganti Helikopter?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com