Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Sidang Etik Patrialis Digelar Tertutup

Kompas.com - 03/02/2017, 06:53 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) Bagir Manan mengatakan bahwa sidang etik terhadap hakim konstitusi sudah seharusnya dilakukan tertutup.

Itu agar saksi atau pihak yang dimintai keterangan merasa lebih nyaman dan leluasa dalam memberikan keterangan.

Sidang Patrialis sedikit berbeda dengan sidang etik terhadap Hakim Konstitusi Akil Mochtar pada 2013.

Saat itu, sidang dihari pertama dan kedua dilakukan terbuka. Diakui Bagir, sidang Akil terbuka di dua hari pertama, namun sisanya tetap digelar tertutup. Hal tersebut lantaran banyak pendapat yang menyuarakan sidang mesti tertutup.  

(Baca: Dewan Etik Usulkan MKMK Rekomendasikan Pemberhentian Patrialis secara Tidak Hormat)

"Pertimbangan agar saksi lebih leluasa dalam memberikan kesaksiannya pun juga dipertimbangkan oleh majelis. Jadi, kenapa tertutup? karena koridornya pemeriksaan ini pemeriksaan etik, jadi harus tertutup tidak boleh terbuka," ujar Bagir usai gelaran sidang MKMK yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/2/2017) malam.

Ia mengatakan, berkaca pada persidangan Akil itu, MKMK kali ini sepakat untuk melaksanakan sidang secara tertutup.

Namun demikian, hal ini tidak akan mengurangi substansi tugas MKMK untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Patrialis.

"Koridornya pemeriksaan ini pemeriksaan etik, jadi harus tertutup tidak boleh terbuka. Kita hanya melanjutkan apa yang sudah pernah kita jalankan sebelumnya. Yang penting kan pembacaan putusannya, itu yang ditunggu," kata Mantan Ketua Mahkamah Agung Tersebut.

Sementara itu, Ketua MKMK, Violetta Sukma mengatakan bahwa pihaknya sudah menemukan titik terang terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Patrialis setelah dua hari menggelar sidang.

"Dalam dua kali persidangan ini kami rasa dari pihak majelis kehormatan (MKMK) merasa sudah memperoleh cukup bukti," ujar Violetta.

Namun mengenai hasilnya, kata dia, akan diumumkan pada Senin (6/2/2016) nanti.

Mengenai agenda kegiatan MKMK pada Jumat (3/2/2017), akan mulai melakukan penyusunan draf hasil penelusuran yang dilakukan selama dua hari bersidang.

"Soal terjadi pelanggaran atau tidak, tunggu hasil pembacaan putusan hari senin nanti," kata wakil ketua Komisi Yudisial tersebut.

Sebelumnya, MKMK melakukan pemeriksaan terhadap Patrialis di gedung KPK pada Kamis siang.

Usai pemeriksaan, anggota MKMK As'ad Said Ali membenarkan bahwa Patrialis mengaku membocorkan draf putusan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Ya, kira-kira begitulah," kata As'ad.

(Baca: Di Hadapan MKMK, Patrialis Akui Bocorkan Draf Putusan Uji Materi)

Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (25/1/2017).

Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014.

Sebelum dilakukan penangkapan, Patrialis diduga menyerahkan draf putusan uji materi kepada Kamaludin, orang dekatnya yang diduga sebagai perantara suap. Saat menangkap Kamaludin, KPK menemukan draf putusan MK terkait uji materi UU Nomor 41/2014 yang seharusnya bersifat rahasia. 

Kompas TV Resmi Ditahan KPK, Patrialis Undur Diri dari MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com